KONTROVERSI TAFSIR BI RA’YI
Berkembangnya
zaman dan problematika kehidupan tidak mampu bercerai dari tuntutan memahami suatu kondisi secara mendalam
berdasarkan maksud dan tujuan yang diinginkan Allah Swt dalam mengatur
kehidupan manusia. Kebutuhan akan penafsiran suatu ayat demi mencapai ridhonya
mesti dilakukan agar manusia tidak hampa dengan pedoman hidup. Tafsir Bi Ra’yi
hadir dengan kontroversi penggunaannya. Jika di klasifikasikan, tafsir Bi Ra’yi
merupakan suatu metode pendekatan dalam memahami Al Quran.
Melihat
kontroversional terkait Tafsir Bi Ray’i yang dikuatkan dengan argument dan
dalil yang disampaikan oleh kedua kelompok maka bisa ditempatkan pada dua
kondisi. Pertama, untuk menghindari penyimpangan dari kehendak Allah
tentang suatu permasalahan yang ingin di fahami manusia secara mendalam maka
mufassir seharusnya menggunakan keterangan dari Nabi, namun jika tidak
ditemukan maka menggunakan qaul shahabah, karena merekalah yang lebih memahami
bahasa arab dan sangat dekat dengan Nabi dengan beberapa penjelasan yang
diberikan secara ra’yi namun tidak mengubah konteks yang dikabarkan dari
mereka. Kedua, kebutuhan manusia akan pemahaman yang mendalam dengan
tuntutan perkembangan zaman sehingga penafsiran suatu ayat Al Qur’an harus
digali secara ra’yi dengan alasan memang betul Nabi diutus sebagai
penjelas Al Quran namun ia dibatasi oleh umur dan menyampaikan penafsiran
ayat-ayat Al Quran yang penting saja sehingga masih adanya beberapa ayat yang
luput dari penafsiran. Maka daripada itu penafsiran dengan ra’yi sangat
dibutuhkan. Akan tetapi menafsir bukan sembarang menafsir, tafsir Bi Ra’yi
dapat dilakukan oleh seorang mufassir yang memumpuni di berbagai bidang ilmu
sebagaimana yang diungkapkan oleh Az Zahabi dalam kitabnya At Tafsir Wal
Mufassirun seperti memahami Bahasa Arab, Tarikh, Fiqh, Syair-Syair Arab
Jahiliyah dan lain sebagainya guna menghindari penafsiran yang cendrung
mengikuti hawa nafsu.
Sebagaimana
ungkapan Al Ghazali yang dikutip oleh Ali Ashobuni bahwa makna al Quran secara
tekstual bukanlah akhir dari pemahaman karena Al Quran mengandung makna
kontekstual yang sangat luas. Sehingga larangan akan penafsiran Al Quran secara
ra’yi menjadi pertimbangan yang sangat penting guna mengeksplorasi
pemahaman yang dapat bersanding dengan perkembangan zaman tanpa keluar dari
makna yang disampaikan Nabi dan para sahabatnya. Karena, para sahabat dalam
menetapkan suatu hukum banyak sekali menggunakan ra’yi baik dalam
membaca bahkan menafsirkan Al Quran juga, jika ra’yi dilarang maka hukum
yang dihasilkan dari jalan Ijtihad itupun batal.
Jadi,
Pertama boleh menafsirkan dengan ar ra’yi dengan tetap berpegang
teguh pada konteks yang dikabarkan dari Nabi dan Sahabat. Kedua, boleh
menafsirkan dengan ar ra’yi jika tidak didapatkan keterangan dari nabi
dan sahabat dengan ilmu yang memumpuni karena tuntutan perkembangan zaman yang
harus di eksplorasi sebagai pedoman yang absolute. Oleh karena itu larangan
akan tafsir bi ra’yi sangat penting untuk di pertimbangkan guna mengeksplorasi
pemahaman yang sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman.
By: Syarip Hidayatullah
Komentar
Posting Komentar
Silahkan berkomentar dengan baik, bijak dan konstruktif !