Langsung ke konten utama

ISMAIL RAJI AL FARUQI




 ISMAIL RAJI AL-FARUQI

Ismail Raji al-Faruqi dilahirkan pada tanggal 01 Januari 1921 M di Jaffa yang terletak di negara Palestina, dan ia meninggal pada tanggal 24 Mei 1986 M.' Ayahnya bernama Abdul Huda Al-Faruqi yakni gadi (hakim) yang terpandang di negara Palestina, seseorang yang juga terpandang sebagai sosok yang taat kepada agama; dan dari ayahnya inilah, ditambahj juga dari pendidikan di masjid setempat, Faruqi menerima pembelajaran agama dengan baik, pendidikan  memang wajar bagi anak-anak Palestina pada umumunya.Waktu itu, Palestina masih tentram dan damai dalam naungan kekuasaan pemerintah Arab di Damaskus, meskipun juga sedang berada di bawah kekuasaan kolonial Inggris. Sampai akhirnya orang-orang bangsa Yahudi berdatangan, mendirikan pemukiman sendiri, dan perlahan mulai menggrogoti dan mulai menguasai. Palestinapun mulai bergejolak.

Ismail Raji Al-Faruqi merupakan sosok yang begitu mengagumi tanah airnya sendiri, Palestina, sebelum daerah tersebut dikuasai oleh Israel. Oleh karenanya, ketika tanah airnya, ini dikuasai oleh Israel, ia merupakan m yang gencar dan sangat menentang terhadap kehadiran zionis. Bahkan ia dengan lantang menyuarakan bahwa negara Israel harus segera dibubarkan dan rakyat Palestina mempunyai hak untuk melawan dan membela tanah airnya mati-matian. Pendidikan dan pengalaman Faruqi banyak diperoleh dan ditempuh di negara Barat walaupun ia dilahirkan di negara muslim (Palestina). Hal ini terjadi sebab konflik antara Israel dan Palestina saat itu sedang berada di puncak ketegangan, gesekan Keduanya secara terus-menerus memanas dan membuat keadaan kurang kondusif di tanah Palestina.

Pendidikan dasarnyapun ia lalui di College Des Frese, Libanon mulai tahun 1926 sampai dengan tahun 1936, dengan pengantar bahasa Prancis. Selanjutnya, Faruqi meneruskan pendidikan tingginya ke The American University, Beirut dan menekuni jurusan filsafat sampai ia akhirnya memeroleh gelar BA (Bachelor of Arts) pada, tahun 1941. Tepat setahun setelah ia menyelesaikan studinya itu, yaitu pada tahun 1942, Faruqi diangkat sebagai pegawai pemerintah (PNS) atau Registrar of Cooperative Societies dalam naungan pemerintahan Inggris dan ditempatkan di Jerusalem. Ia pun menunjukan kinerja yang baik pada waktu itu dan sebagai  ganjarannya Faruqi pun ditunjuk menjadi gubernur di daerah Galilea, Palestina pada tahun 1945 dengan usia yang tergolong muda yaitu 24 tahun. Namun nahas  menimpa Faruqi, yaitu pada tahun 1948 perang meletus antara Palestina dan Yahudi-Israel, dan pasukan Yahudi berhasil menguasai 77% daerah suci Palestina termasuk Galilea daerah kekuasaan Faruqi itu. Hasilnya, desa-desa Palestina yang berada di tangan Faruqi terenggut dan penduduknya terpaksa mengungsi, termasuk Faruqi itu sendiri juga terpaksa mengungsi.

Namun, terenggutnya kekuasaan dari tangan Faruqi ini menjadi berkah tersendiri bagi dirinya. Ia kemudian beralih dari dunia politik kekuasaan ke dunia akademik, Faruqi meneruskan pendidikan tingkat masternya di Indiana University Graduate School Of Arts and Sciences pada tahun 1948 itu juga, dan ia mendapatkan gelar MA (Master of Art) pada bidang  filsafat tahun 1949. Tidak puas dengan itu gelar MA di Indiana University, Faruqi ternyata juga diterima pada jurusan Filsafat di Universitas Harvard dan memperoleh gelar MA kedua kalinya pada tahun1951. Kemudian Faruqi membuat keputusan untuk kembali ke Indiana University, dan menyerahkan tesisnya yang berjudul Justifying the Good: Methaphysics and Epistemology Of Value (Justifikasi Kebenaran: Metafisika dan Epistemologi Nilai) kepada jurusan filsafat dan memperoleh gelar Ph.D pada bulan September 1952.

Berdasarkan riwayat pendidikan ini, maka dapat disimpulkan bahwa Farugi memang benat-benar kuat dalam bidang filsafat klasik beserta pemikiran tentang tradisi barat. Kemudian Faruqi mencoba untuk pergi ke Kairo, ia tinggal di sana sambil belajar tentang Islam di al-Azhar selama 4 tahun, dari tahun 1954 sampai 1958. Tidak berselang lama ia kemudian melanjutkan perjalanannya ke Amerika Utara, di sana ia ditunjuk menjadi profesor tamu terkait bidang studi Islam pada Institut Studi Islam, sambil lalu ia juga menjadi mahasiswa pada McGill dari tahun 1959 sampai 1961 dengan mendalami materi tentang agama Kristen dan Yahudi. Baru setelah itu, Faruqi dapat memulai karir profesionalnya sebagai seorang guru. la menjadi guru besar pada Institut Pusat Riset Islam di Karachi dari tahun 1961 sampai tahun 1963. Tahun-tahun berikutnya, ia kembali lagi ke Amerika dan menjadi guru besar tamu pada bidang sejarah agama di Universitas Chicago. Kemudian pada tahun 1964, Faruqi, mendapatkan posisi paten sebagai guru besar luar biasa pada jurusan agama di Universitas Syracuse. Namun tak berhenti disitu Faruqi juga masih pindah ke Universitas Teple di,tahun 1968 untuk menjadi guru besar, bidang Studi Islam dan Sejarah Islam, dan posisi inilah yang ia tekuni sampai akhirnya wafat pada tahun 1986.

 

PEMIKIRAN RAJIF AL FARUQI TENTANG ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN

Cara berpikir Faruqi benar-benar didasarkan pada pola Islamisasi, ia sangat gigih dalam menyuarakan tentang bagaimana mesintesiskan dua bidang keilmuan  (Barat dan Islam) yang berbeda. Bahkan ia merupakan penggagas islamisasi internasional setelah dirinya benar-benar mendapatkan inspirasi dari seseorang yang bernama Syed Naquid Al-Attas. Hal ini berawal dari masalah yang sedang terjadi di kalangan umat Islam itu sendiri yang dianggap sebagai konsumen pengetahuan Barat hingga masalah politik praktis sekularisme sekalipun. Umat Islam seolah latah dengan pengetahuan Barat, hingga apapun yang berasal dari Barat langsung dicomotnya tanpa pikir ulang, Barat adalah lambang kesejahteraan dan kemapanan. Dar mereka langsung dijiplak tanpa pikir panjang.  Padahal jika dicerna kembali atau direnungkan secara mendalam, sebenarnya pola pikir Barat atau berkiblat ke Barat seperti ini sangat berkaitan dengan sikap menentang ajaran Islam itu sendiri, seperti kolonialisme; sebab perlu, diakui, bahwa peradaban Barat yang sedemikian maju itu ternyata tidak diikuti dengan nilai-nilai yang baik terutama dalam dunia Pendidikannya. Bahkan, pendidikan Barat condong kepada pemaksaan hak dari negara-negara yang mereka Jajah; kolonialisme ideologis, baik itu ideology sosialis, kapitalis, komunis, bahkan liberalis semuanya dipaksa untuk diterapkan di negara-negara jajahan, tak terkecuali negara-negara Islam. 

Sebagaimana disinggung tentang dunia pendidikan, bahwa bagaimanapun gilang-gemilang kesuksesan pendidikan Barat ini tetap tidak bisa diadaptasi secara total dalam pendidikan Islam. Duplikas pendidikan Barat dan diterapkan dalam pendidikan Islam tidak akan menjamin tercapainya tujuan Islam di segala bidang malah yang ada akan menimbulkan deislamisasi dan demoralisasi. Sesuatu yang sama sekali tidak diajarkan dalam Islam.

Muhammad Mubarak sebagaimana dikutip oleh Amrullah Ahmad menyatakan bahwa karakteristik sistem pendidikan Barat, terutama di abad 18-19 ditandai dengan adanya isolasi pada agama, beraliran sekuler, materialis, menyangkal adanya wahyu dan mengalpakan nilai etika dan menggantinya dengan satu sikap bernama pragmatis.' Sedangkan pendidikan Islam Justru malah sebaliknya. Terkait ini Ismail Raji al-Faruqi juga telah mengakui bahwa metodologi dan materi yang diajarkan di dunia Islam itu memang benar hasil jiplakan dari Barat. Namun sayangnya, hasil yang dipetik kemudian justru adalah hal yang jauh dari harapan, setelah di jiplak tanpa olahan itu, materi serta metode tadi ternyata tidak mengandung wawasan sebagaimana wawasan yang dapat menghidupkan bangsa Barat itu sendiri. Materi dan metode yang sama ternyata belum tentu memberikan dampak yang sama pula pada dua pelaku yang berbeda. Bahkan yang ada, materi dan metodologi itu hampa dan memberikan pengaruh jelek yang mengantarkan siswa kepada deislamisasi.

Kondisi ini oleh Faruqi kemudian disebut dengan istilah malaise, yaitu suatu kondisi dimana umat Islam yang sedang berada jauh di anak tangga terbawah, suatu. kenyataan, bahwa umat Islam telah dikalahkan, dibantai. Semua segi dari kehidupannya benar-benar sedang berada di tangga paling bawah, entah itu politik, ekonomi, bahkan juga pendidikan semuanya kalah. Apalagi dalam bidang keagamaan dan kebudayaannya, umat Islam semakin tersesat dengan propaganda asing yang mengacu pada tradisi Barat itu tadi sehingga tanpa disadari hal itu membawa pada hancurnya budaya bangsa dan ajaran Islam sendiri. Sekolah-sekolah yang dengan suka rela mendewakan kurikulum Barat dan menerapkannya, harus diamini bahwa itulah yang justru mengantarkan umat Islam kepada jurang kesenjangan di kalangan umat Islam sendiri. Islam semakin terpuruk dan jatuh, pada anak tangga terbawah. Berdasarkan ini semua, Ismail Raji al-Faruqi mulai memelopori gerakan Islamisasi Pengetahuan, suatu gerakan yang diharapkan menjadi solusi atas kondisi umat Islam yang malaise tadi. Islamisasi Ilmu pengetahuan menurut Faruqi sendiri merupakan proses mengislamkan berbagai disiplin ilmu dengan memasukkan kembali disiplin ilmu modern ke dalam Khazanah dan Wawasan Islam, yang tentunya telah didahului oleh kajian kritis terhadap kedua sistem pengetahuan dalam Islam dan Barat. Dalam hal ini, islamisasi ilmu bisa dikatakan sebagai upaya membangun paradigma yang berlandaskan pada nilai-nilai Islam, baik dari aspek ontologis, epistemologis, maupun aksiologis.

          Raji al-Faruqi biasa menyebut istilah islamisasi pengetahuan ini dalam bahasa Inggris sebagai islamization of knowledge (IOK) dan Istilah ini adalah yang paling popular, sedangkan dalam bahasa Arab biasa disebut dengan istilah Al-Islamiyat al-ma'rifat dengan arti bahwa seluruh disiplin ilmu haruslah diislamkan. Islamisasi ilmu pengetahuan dapat diartikan juga sebagai aktivitas mengkritisi dan mengkaji ulang terhadap hasil ijtihad para ulama, termasuk juga hasil ijtihad non-muslim di bidang ilmu pengetahuan melalui verifikasi, agar kemudian ditemukan tentang kepastian relevan atau tidaknya, teori, temuan, pandangan, dan sebagainya dengan konteks zamannya, serta berusaha menggali dan menemukan alternatif baru apabila hasil kajian sebelumnya, itu dinyatakan tidak relevan dengan konteks zaman sekarang. Dengan demikian islamisasi ilmu Pengetahuan ini sebenarnya bukanlah menolak sama sekali tentang produk Barat. Islamisasi ilmu pengetahuan justru lebih kepada usaha atau langkah-langkah untuk memastikan apakah produk Barat, begitu juga produk pemikiran Islam itu sendiri, masih relevan atau tidak jika dibenturkan pada realitas saat ini. Jika tidak relevan maka dicarikan alternatifnya untuk menyongsong realitas. Kemudian perlu diketahui bahwa Raji al-Faruqi ternyata mencetuskan ide Islamisasi pengetahuan ini pada suatu dasar penting dalam, Islam yaitu tauhid; begitu juga dalam merumuskan prinsip-prinsipnya, berprinsip pada tauhid yang terdiri dari lima macam pokok, antara lain: Prinsip keesaan tuhan, Kesatuan Penciptaan, Kesatuan Kebenaran dan Pengetahuan, Kesatuan Hidup, dan Kesatuan Manusia.

    Adapun tujuan Raji Al-Faruqi ini dalam menggagas konsep islamisasi ilmu ini yaitu sebagai respon positif atas realitas pengetahuan modern yang memiliki dua sisi terpisah yakni skuler dan Islam, dan setelah itu ia mencoba untuk menyatukan keduanya dalam model pengetahuan baru yang terintegrasi.

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengertian Metode Pendidikan, Dasar, Tujuan, Tugas dan Fungsi

PENDAHULUAN Dalam pendidikan Islam, metode mempunyai kedudukan yang sangatpenting dalam upaya mencapai tujuan, karena ia menjadi sarana yangmembermaknakan materi pelajaran yang tersusun dalam kurikulum pendidikan,sehingga dapat dipahami atau diserap oleh peserta didik menjadi pengertianpengertianyang fungsional terhadap tingkah lakunya. Dalam pendidikan Islam, metode yang tepat guna bila ia mengandung nilai-nilai intrinsik dan ekstrinsik sejalan dengan materi pelajaran dan secara fungsional dapat dipakai untuk merealisasikan nilai-nilai ideal yang terkandung dalam tujuan pendidikan Islam. Antara metode, kurikulum (materi) dan tujuan pendidikan Islam mengandung relevansi ideal dan oprasional dalam proses kependidikan. Oleh karena itu proses kependidikan Islam mengandung makna nternalisasi dan transformasi nilai-nilai Islam ke dalam pribadi peserta didik dalam upaya membentuk pribadi muslim yang beriman bertakwa dan berilmu pengetahuan yang amaliah mengacu kepada tuntunan agama dan tu

KONSEP MANUSIA DALAM HUMANISME DAN AL-QUR’AN

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang. Membicarakan tentang manusia adalah tentang diri kita sendiri, suatu pembicaraan yang tidak pernah kering dan berakhir. Manusia telah mampu memahami dirinya sendiri selama beribu-ribu tahun. Tetapi gambaran yang pasti dan meyakinkan tidak mampu mereka peroleh hanya dengan mengandalkan daya nalarnya yang subjektif. Oleh karena itu mereka memerlukan pengetahuan dari pihak lain yang dapat memandang dirinya secaraa utuh. Allah sang pencipta telah menurunkan Kitab suci Al-Qur’an di antara ayat-ayatnya adalah gambaran-gambaran konkrit manusia dengan keabsolutannya . Sedangkan psikologi humanisme dengan hasil pemikiran manusia belaka berusaha juga memberikan pandangan tentang manusiadengan berkaca pada psikologi humanisme tentunya bersifat relatif. Dengan kerakteristik yang berbeda baik dari kajian bentuk tubuh hingga kajian yang sangat mendalam tentang primordialnya dengan tuhan saat di alam rahim. Oleh karena itulah makalah ini akan memb

Pengertian Pendidik

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Di dalam mempelajari   keguruan maka kita tidak akan terlepas dari pendidik dan tenaga kependidikan. Pendidik dan tenaga kependidikan merupakan komponen yang saling membutuhkan satu dengan yang lainnya terutama pendidik sangat mempunyai peran penting di dalamnya. D engan pendidik tersebut , dunia kependidikan dapat menciptakan generasi-generasi yang intelektual. Ketika kita berbicara tentang pendidik, maka kita tidak akan terlepas dengan kompetensi dan kualifikasi yang harus ada dalam pendidik tersebut. Dengan adanya kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang pendidik, maka secara tidak langsung seorang pendidik dituntut untuk memiliki kualifikasi ilmu yang sesuai dengan keahliannya. Sehingga dalam makalah ini kami akan memaparkan materi tentang pendidik, apa saja kempetensi-kompetensi dan kualifikasinya. B.      Rumusan Masalah 1.       Apakah pengertian pendidik ? 2.       Apa saja kompetensi-kompetensi yang di miliki oleh pen