Langsung ke konten utama

Pengertian Metode Pendidikan, Dasar, Tujuan, Tugas dan Fungsi

Pendidikan


PENDAHULUAN

Dalam pendidikan Islam, metode mempunyai kedudukan yang sangatpenting dalam upaya mencapai tujuan, karena ia menjadi sarana yangmembermaknakan materi pelajaran yang tersusun dalam kurikulum pendidikan,sehingga dapat dipahami atau diserap oleh peserta didik menjadi pengertianpengertianyang fungsional terhadap tingkah lakunya.
Dalam pendidikan Islam, metode yang tepat guna bila ia mengandung nilai-nilai intrinsik dan ekstrinsik sejalan dengan materi pelajaran dan secara fungsional dapat dipakai untuk merealisasikan nilai-nilai ideal yang terkandung dalam tujuan pendidikan Islam. Antara metode, kurikulum (materi) dan tujuan pendidikan Islam mengandung relevansi ideal dan oprasional dalam proses kependidikan. Oleh karena itu proses kependidikan Islam mengandung makna nternalisasi dan transformasi nilai-nilai Islam ke dalam pribadi peserta didik dalam upaya membentuk pribadi muslim yang beriman bertakwa dan berilmu pengetahuan yang amaliah mengacu kepada tuntunan agama dan tuntutan kebutuhan hidup bermasyarakat. Adapun tujuan dan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui dan Memahami Apa Pengertian Metode Pendidikan Islam, untuk mengetahui dan memahami Apa saja Dasar Metode Pendidikan islam  Mengetahui danMemahami Apa Tujuan, Tugas dan Fungsi Metode Pendidikan Islam, Mengetahui dan memahami tujuan, tugas dan fungsi Metode Pendidikan Islam, Mengetahui dan Memahami  Bagaimana Prosedur Pembuatan Metode Pendidikan Islam dan mengetahui dan Memahami Apa saja Metode-metode pendidikan Islam


PEMBAHASAN

A.    Pengertian Metode Pendidikan Islam

        Metode berasal dari bahasa Yunani, yaitu Metha dan Hodos. Metha berarti melalui dan melewati dan hodos berarti jalan atau cara.Metode berarti jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai tujuan tertentu,  dalam bahasa Arab, metode disebut thariqah.  Mengajar berarti menyajikan atau menyampaikan pelajaran. Metode mengajar berarti suatu cara yang harus dilalui untuk menyajikan bahan pengajaran agar tercapai tujuan pengajaran.[1]
Metode dapat diartikan sebagai cara-cara atau langkah-langkah yang digunakan dalam menyampaikan suatu gagasan, pemikiran atau wawasan yang disusun secara sistematik serta terencana serta didasarkan pada teori, konsep, dan prinsip tertentu yang terdapat dalam berbagai disiplin ilmu yang terkait.[2]
Secara Terminologi para ahli mendefinisikan metode sebagai berikut :
1.      Hasan Langulung mendefinisikan bahwa metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai tujuan pendidikan.
2.      Abd. Al-Rahman Ghunaimah mendefinisikan bahwa metode adalah cara-cara yang praktis dalam mencapai tujuan pengajaran.
3.      Ahmad Tafsir mendefinisikan bahwa metode mengajar adalah cara yang paling tepat dan cepat dalam mengajarkan mata pelajaran.
Dalam pengertiannya lebih lanjut Ahmad Tafsir mengemukakan bahwa metode merupakan cara yang paling tepat dan cepat dalal melakukan sesuatu. Ungkapan yang paling “tepat dan cepat” itulah yang membedakan antara method dan  way (Yang juga berarti jalan) dalam bahasa Inggris. Selanjutnya ia menyimpulkan bahwa metode pengajaran agama islam adalah cara yang paling tepat dan cepat dalam mengajarkan agama Islam. Kata tepat dan cepat inilah yang sering diungapkan dalam istilah efektif dan efisien.
Pengajaran yang afektif artinya pengajaran yang dapat dipahami murid secara sempurna. Dalam ilmu pendidikan sering juga dikaitkan dengan pengajaran yang tepat ialah pengajaran yang berfungsi pada murid. Berfungsi artinya menjadi milik murid, pelajaran itu membentuk dan memengaruhi pribadinya. Adapun pengajaran yang cepat ialah pengajaran yang tidak memerlukan waktu lama.[3]
Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa metode adalah seperangkat cara, jalan dan tekhnik yang digunakan oleh pendidik dalam proses pembelajaran agar peserta didik dapat mencapai tujuan pembelajaran atau menguasai kompetensi tertentu yang dirumuskan dalamsilabus mata pelajaran. Dalam pandangan filosofis pendidikan, metode merupakan alat yang dipergunakan untuk mencapai tujuan pendidikan. Alat itu mempunyai fungsi ganda, yaitu bersifat polipragmatis dan monopragmatis.
Polipragmatis bilamana metode mengandung kegunaan yang serba ganda (multipurpose), misalnya suatu metode tertentu pada suatu situasi kondisi tertentu dapat digunakan untuk membangun atau memperbaiki sesuatu. Kegunaannya dapat bergantung pada si pemakai atau pada corak, bentuk, dan kemampuan metode sebagai alat. Sebaliknya monopragmatis bilamana metode mengandung satu macam kegunaan untuk satu macam kegunaan, dan satu macam tujuan.[4]
Sedangkan pendidikan Islam yaitu bimbingan secara sadar dari pendidik (orang dewasa) kepada anak yang masih dalam proses pertumbuhannya berdasarkan norma-norma Islami agar terbentuk kepribadiannya menjadi kepribadian muslim. Jadi metode pendidikan Islam ialah jalan atau cara yang dapat ditempuh untuk menyampaikan bahan atau materi pendidikan Islam kepada anak didik agar terwujud kepribadian Muslim.[5]

B.     Dasar Metode Pendidikan Islam
    Metode Pendidikan Islam pada dalam penerapannya banyak menyangkut permasalahan individual atau sosial peserta didik dan pendidik itu sendiri, sehingga dalam menggunakan metode seorang pendidik harus memperhatikan dasar-dasar umum metode pendidikan Islam. Sebab metode pendidikan itu hanyalah sarana atau jalan menuju tujuan pendidikan, sehingga segala jalan yang ditempuh oleh seorang pendidik haruslah mengacu pada dasar-dasar metode pendidikan tersebut. Dalam hal ini tidak bisa terlepas dari dasar agamis, biologis, psikologis dan sosiologis.[6]
1.      Dasar Agama
Al-Qur’an dan Hadis tidak bisa dilepaskan dari pelaksanaan metode pendidikan islam. Dalam kedudukannya sebagai dasar ajaran islam, maka dengan sendirinya metode pendidikan islam harus merujuk kepada kedua sumber ajaran tersebut. Sehingga segala penggunaan dan pelaksanaan metode pendidikan islam tidak menyimpang dari kedua sumber pendidikan tersebut. Misalnya dalam mata pelajaran olah raga, maka seorang pendidik harus mampu menggunakan metode yang didalamnya terkandung ajaran Al-Qur’an dan Al-hadis, seperti masalah pakaian yang islami dalam olah raga.
Dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa metode pendidikan Islam berdasarkan pada agama Islam yang menjadi sumber ajarannya adalah Al-Qur’an dan Hadis. Sehingga daalm pelaksanaannya metode tersebut disesuaikan dengan kebutuhan yang muncul secata efektif dan efesien yang dilandasi nilai-nilai Al-Qur’an dan Al-Hadis
2.      Daasar Biologis
Perkembangan bioloogis manusia, mempunyai pengaruh terhadap perkembangan intelektualnya. Sehingga semakin lama perkembangan biologis seseorang maka dengan sendirinya makin meningkat pula daya intelektualnya. Dalam memberikan pendidikan dan pengajaran dalam pendidikan Islam, seseorang pendidik harus memperhatikan perkembangan biologis peserta didik. Perkembangan jasmani (biologis) seseorang juuga mempunyai pengaruh yang snagat kuat terhadap dirinya, seorang yang menderita cacat jasmani akan mempunyai kelemahan dan kelebihan yang mungkin tidak dimiliki oleh orang normal, misalnya seorang yang memiliki kelainan pada matanya (rabun jauh), maka ia cenderung duduk dibangku barisan yang paling depan, maka ia tidak dapat bermain pada waktu pendidik memberikan pelajaran, sehingga dia memperhatikan seluruh uraian pendidik. karena hal itu berlangsung terus-menerus, maka dia akan mempunyai pengetahuan yang lebih dibandingkan dengan teman-temannya, apalagi dia termotivasi dengan kelainan mata tersebut.
Berdasarkan hal ini, maka dapat dikatakan bahwa perkembangan jasmani dan kondisi jasmani itu sendiri, memegang peranan yang snagat penting dalam proses pendidikan. Sehingga dalam menggunakan metode pendidikan seorang pendidik harus memperhatikan komdisi biologis peserta didik. Seorang peserta didik yang cacat akan berpengaruh terhadap prestasi peserta didik, baik pengaruh positif maupun negatif.  Hal ini memberikan hikmah dari penciptaan Tuhan, maka dengan harapan besar pendidik dapat memberikan pengertian secukupnya pada peserta didiknya untuk menerima penciptaan Allah yang sedemikian rupa.
3.      Dasar Psikologis
Metode pendidikan Islam baru bisa diterapkan secara efektif, bila didasarkan pada perkembangan dan kondisi psikologis peserta didik. Sebab perkembangan dan kondisi psikologis peserta didik memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap internalisasi nilai dan transformasi ilmu. Dalam kondisi jiwa ynag labil (jiwa ynag tidak normal), menyebabkan transformasi ilmu pengetahuan dan internalisasi nilai akan berjalan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Perkembangan psikologis seseorang berjalan sesuai dengan perkembangan biologisnya, sehingga seorang pendidik dalam menggunakan metode pendidikan bukan saja memperlakukan psikologisnya juga biologisnya. Karna seorang yang secara biologisnya menderita cacat, maka secara psikologis ia akan merasa tersiksa karna ternyata ia merasakan bahwa teman-temannya tidak mengalami seperti apa yang dideritanya. Denagn memperhatikan hal yang demikian ini, seorang pendidik harus jeli dan dapat membedakan kondisi jiwa peserta didik karna pada dasarnya manusia tidak ada yang sama.
Kondisi psikologis yang menjadi dasar dalam metode pendidikan Islam berupa sejumlah kekuatan psikologis peserta didik termasuk motivasi, emosi, minat, sikap, keinginan, kesediaan, bakat-bakat dan kecakapan akal (intelektualnya). Sehungga seorang pendidik dituntut untuk mengembangkan potensi psikologis pada peserta didik.
4.      Dasar Sosiologis
Interaksi yang etrjadi antara sesama peserta didik dan interaksi anatara pendidik dan peserta didik, merupakan interaksi timbal balik yang kedua belah pihak akan saling memberiakn dampak positif pada keduannya. Dalam kenyataannya secara sosiologis seorang individu dapat memberikan pengaruh pada lingkungan sosial masyarakatnya dan begitu pula sebaliknya.  Interaksi pendidik yang  terjadi si masyarakat justru memberikan pegaruh yang snagat besar terhadap perkembangan peserta didik dikala ia berada di lingkungan masyarakatnya. Kadang-kadang interaksi dari masyarakat tersebut berpengaruh pula terhadap lingkungan kelas dan sekolah.
Salah satu pungsi pendidikan adalah proses pewarisan nilai budaya masyarakat dari suatu generasi ke generasi berikutnya atau oleh pihak yang lebih tua kepada pihak yang lebih muda. Dalam interaksi sosiologis terjadi pula proses pembelajaran, pada saat itu seseorang yang lebih tua (pendidik) dituntut untuk menggunakan nilai-nilai yang sudah diterima oleh aturan etika dan kaidah umum masyarakat tersebut. Dan diharapkan pula agar pendidik mampu mengembangkan dan mengaktualisasikan nilai-nilai tersebut kepada peserta didik dengan memperhatikan perkembangan kebudayaan dan peradaban yang muncul. Sehingga proses pembelajaran yang terjadi dapat menginterlisasikan nilai, dan nilai tersebut aplikatif dalam kehidupan peserta didik selanjutnya.
Dengan demikian dapatlah dipahami bahwa dasar penggunaan sebuah metode pendidikan Islam salah satunya adalah dasar sosiologis, baik dalam interaksi yang terjadi antara peserta didik dengan peserta didik, pendidik dengan peserta didik, pendidik dengan masyarakat, dan peserta didik dengan masyarakat bahkan diantara mereka semua dengan pemerintah. Dengan dasar diatas, seorang pendidik dalam menginternalisasikan nilai yang sudah ada dalam masyarakat (Social Value) diharapkan dapat menggunakan metode pendidikan islam agar proses pembelajaran tidak menyimpang jauh dari tujuan pendidikan islam itu sendiri.
C.     Tujuan, Tugas dan Fungsi Metode Pendidikan Islam
Pendidik dalam proses pendidikan Islam tidak hanya dituntut untuk menguasai sejumlah materi yang akan diberikan kepada peserta didiknya, tetapi ia harus menguasai berbagai metode dan tekhnik pendidikan guna kelangsungan transformasi dan internalisasi mata pelajaran. Hal ini karena metode dan tekhnik pendidkan islam tidak sama dengan metode dan tekhnik pendidkan lain.
Tujuan diadakannya metode adalah menjadikan proses dan hasil belajar mengajar ajaran islam lebih berdaya guna dan berhasil guna dan menimbulkan kesadaran peserta didik untuk mengamalkan ketentuan ajaran Islam melalui tekhnik motivasi yang menimbulkan gairah belajar peserta didik secara mantap. Uraian itu menujukkan bahwa fungsi metode pendidikan islam adalah mengarahkan keberhasilan belajar, memberi kemudahan kepada peserta didik untuk belajar berdasarkan minat, serta mendorong usaha kerja sama dalam kegiatan belajar mengajar antara pendidik dengan peserta didik. Disamping itu, dalam uraian tersebut ditunjukkan bahwa fungsi metode pendidikan adalah memberi inspirasi pada peserta didik melalui proses hubungan yang serasi antara pendidik dan peserta didik yang seiring dengan tujuan pendidikan Islam.
Tugas utama metode pendidikan Islam adalah mengadakan aplikasi prinsip-prinsip psikologis dan padaegosis sebagai kegiatan antarhubungan pendidikan yang etrealisasi melalui penyampain keterangan dan pengetahuan agar siswa mengetahui, memahami, menghayati dan meyakinimateri yang diberikan, serta meningkatkan keterampilan olah pikir. Selain itu, tugas utama metode tersebut adalah membuat perubahan dalam sikapdan minat serta memenuhi nilai dan norma yang berhubungan dengan pelajaran dan perubahan dalam pribadi dan bagaimana faktor-faktor tersebut diharapkan menjadi pendorong ke arah perbuatan nyata.[7]

D.    Prosedur Pembuatan Metode Pendidikan Islam

        Langkah-langkah yang ditempuh oleh para pendidik sebelum pembuatan metode pendidikan Islam adalah memerhatikan persiapan mengajar (lesson plan)yang meliputi pemahaman terhadap tujuan pendidikan Islam, penguasaan materi pelajaran, dan pemahaman teori-teori pendidikan selain teori-teori pengajaran. Disamping itu, pendidik harus memahami prinsip-prinsip mengajar serta model-modelnya dan prinsipn evaluasi, sehingga pada akhirnya pendidikan Islam berlangsung dengan cepat dan tepat.
Prosedur pembuatan metode pendidikan Islam adalah dengan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhinya, yang meliputi :
1.      Tujuan Pendidikan Islam. Faktor ini digunakan untuk menjawab pertanyaan untuk apa pendidikan Islam itu dilaksanakan.  Tujuan pendidikan Islam mencangkup tiga aspek, yaitu aspek Kognitif ( pembinaan akal pikiran, seperti kecerdasan, kepandaian, daya nalar), aspek afektif (pembinaan hati, seperti pembinaan rasa, kesadaran, kepekaan emosi dan kematangan spiritual) dan aspek psikomotorik (pembinaan jasmani, seperti badan sehat, dan mempunyai keterampilan).
2.      Peserta didik. Faktor ini digunakan untuk menjawab pertanyaan untuk apa dan Bagaimana metode itu mampu mengembangkan peserta didik dengan mempertimbangkan berbagai tingkat kematangan, kesanggupan, dan kemampuan yang dimiliki.
3.      situasi. Faktor ini digunakan untuk menjawab pertanyaan bagaimana serta kondisi lingkungannya yang memengaruhinya.
4.      Fasilitas. Faktor ini digunkan untuk menjawab pertanyaan dimana dan bilamana termasuk juga berbagai fasilitas dan kuantitasnya.
5.      Pribadi Pendidik. Faktor ini digunakan untuk menjawab pertanyaan olehsiapa serta kompetensi dan kemampuan propesionalnya yang berbeda-beda.
Oleh karena itu sulit ditentukan suatu klasifikasi yang jelas mengenai setiap metode yang pernah dikenal didalam pengajaran dan pendidikan. Lebih sulit lagi menggolongakn metode-metode itu dalam nilai dan efektivitasnya, sebab metode yang kurang baik ditangan pendidik satu boleh jadi menjadi sangat baik ditangan pendidik yang lain, dan metode yang baik akan gagal ditangan pendidik yang tidak menguasai tekhnik pelaksanaanya. Walaupun demikian, ada sifat-sifat umum yang terdapat pada suatu metode, tetapi tidak terdapat pada metode yang lain. Dengan mencari yang umum dimungkinkan adanya klasifikasi yang lebih jelas dan fleksibel menggenai jenis-jenis metode yang lazim dan praktis untuk dilaksanakan. Atas dasar itu, metode-metode dapat diklasifikasikan secara umum.[8]

E.     Metode-metode pendidikan Islam

Abdurrahman An-nahlawi, mengemukakan bahwa ada beberapa metode yang dipergunakan dalam pendidikan islam, yaitu sebagai berikut :
-          Penddikan dengan Hiwar Qur’ani dan Hiwar Nabawi
-          Pendidikan dengan kisah Qur’ani dan Nabawi
-          Pendidikan dengan perumpamaan
-          Pendidikan dengan Teladan
-          pendidikan dengan Latihan dan Pengamalan
-          Pendidikan dengan Ibrah dan Mau’izah
-          Pendidikan dengan Targhib dan Tarhib[9]
1.      Metode Hiwar Qur’ani dan Hiwar Nabawi
Hiwar (dialog) ialah percakapan silih berganti antara dua pihak atau lebih melalui tanya jawab mengenai suatu topik yang mengarah kepada suatu tujuan. Hiwar Qur’ani merupakan suatu dialog yang berlangsung antara Allah dengan hamba-Nya, sedangkan hiwar Nabawi ialah dialog yang digunakan oleh Nabi dalam mendidik sahabatnya.
Menurut Al-Nahlawi dalam Al-Qur’an dan sunnah Nabi saw. terdapat berbagai jenis hiwar, yaitu:
-Hiwar khitabi atau Ta’abudi
- Hiwar Washfi
- Hiwar qishashi
- Hiwar Jadali
- Hiwar Nabawi[10]
Adapun yang dimaksud dengan hiwar-hiwar diatas ialah:
a.       Hiwar Khitabi atau Ta’abudi, merupakan dialog yang diambil dari dialog antara Tuhan dan hamba-Nya. Tuhan memanggil hamba-Nya dengan mengatakan “Wahai orang-orang yang beriman” dan hamba-Nya menjawab dalam kalbunya dengan mengatakan “Kusambut panggilan Engkau ya Rabbi”. Dialog antara Tuhan dan Hamba-Nya ini menjadi petunjuk bahwa pengajaran seperti itu dapat kita gunakan dengan kata lain metode dialog merupakan metode pengajaran yang pernah dilakukan Tuhan dalam mengajari hamba-Nya. Logikannya kitapun dapat menggunakan dialog dalam pengajaran.  Melalui hiwar ta’abbudi atau khitabi, Al-Qur’anmenanamkan hal-hal penting sebagai berikut
o   Agar tanggap terhadap persoalan yang diajukan Al-Qur’an, merenungkannya, menghadirkan jawaban sekurang-kurangnya di dalam qolbu.
o   Menghayati makna kandungan  Al-qur’an
o   Mengarahkan tingkah laku agar sesuai dengan petunjuk al-Qur’an
o   Menanamkan rasa bangga karena dipanggil Tuhan, (“Hai orang-orang yahng beriman”)
     Dalam hiwar Kitabi ini dialog dimulai dari satu pihak, yaitu si pembicara dengan pihak kedua yang menyambutnya memperhatikan dengan emosinya, lalu terundang untuk menyambutnya dengan pikiran dan perasaanya.
b.      Hiwar washfi, ialah dialog antara Tuhan dengan malaikat atau dengan makhluk gaib lainnya. Dalam surah As-Shaff ayat 20-23 ada dialog antara Tuhan dengan penghuni neraka:

وَقَالُوا يَا وَيْلَنَا هَذَا يَوْمُ الدِّينِ (20) هَذَا يَوْمُ الْفَصْلِ الَّذِي كُنْتُمْ بِهِ تُكَذِّبُونَ (21) احْشُرُوا الَّذِينَ ظَلَمُوا وَأَزْوَاجَهُمْ وَمَا كَانُوا يَعْبُدُونَ (22) مِنْ دُونِ اللَّهِ فَاهْدُوهُمْ إِلَى صِرَاطِ الْجَحِيمِ (23)

Dan mereka berkata, "Aduhai, celakalah kita!" Inilah hari pembalasan. Inilah hari keputusan yang kamu selalu mendustakannya. (Kepada malaikat diperintahkan), "Kumpulkan­lah orang-orang yang zalim beserta teman sejawat mereka dan sembahan-sembahan yang selalu mereka sembah selain Allah, maka tunjukkanlah kepada mereka jalan ke neraka.
Pada ayat diatas, Allah berdialog dengan malaikat topik pembicaraanya tentang orang-orang zalim. Dalam surah Ash-shaffat ayat 27-28 terdapat juga hiwar washfi :
وَأَقْبَلَ بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ يَتَسَاءَلُونَ (27) قَالُوا إِنَّكُمْ كُنْتُمْ تَأْتُونَنَا عَنِ الْيَمِينِ (28)

Sebagian dari mereka menghadap kepada sebagian yang lain ber­bantah-bantahan. Pengikut-pengikut mereka berkata (kepada pemimpin-pemimpin mereka), "Sesungguhnya kamulah yang datang kepada kami dari kanan
Hiwar washfi menyajikan kepada kita gambaran-gambaran yang hidup tentang kondisi psikis ahli neraka dan ahli syurga. Dengan imajinasi dan deskrifsi yang rinci hiwar washfi memperlancar berlangsungnya pendidikan perasaan Ke-Tuhanan. Gambaran tentang penyesalan ahli neraka itu seolah-olah dirasakan oleh pembaca atau pendengar dialog itu, juga mengingatkan pendengar dialog itu “jangan kalian terjerumus seperti mereka itu” dialog juga terjadi antara ahli syurga, spertidialog yang tedapat dalam surah Ash-saffat ayat 50-57.

فَأَقْبَلَ بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ يَتَسَاءَلُونَ (50) قَالَ قَائِلٌ مِنْهُمْ إِنِّي كَانَ لِي قَرِينٌ (51) يَقُولُ أَئِنَّكَ لَمِنَ الْمُصَدِّقِينَ (52) أَئِذَا مِتْنَا وَكُنَّا تُرَابًا وَعِظَامًا أَئِنَّا لَمَدِينُونَ (53) قَالَ هَلْ أَنْتُمْ مُطَّلِعُونَ (54) فَاطَّلَعَ فَرَآهُ فِي سَوَاءِ الْجَحِيمِ (55) قَالَ تَاللَّهِ إِنْ كِدْتَ لَتُرْدِينِ (56) وَلَوْلا نِعْمَةُ رَبِّي لَكُنْتُ مِنَ الْمُحْضَرِينَ (57)
                 
Lalu sebagian mereka menghadap kepada sebagian yang lain sambil bercakap-cakap. Berkatalah salah seorang di antara mereka, "Sesungguhnya aku dahulu (di dunia) mempunyai seorang teman, yang berkata, 'Apakah kamu sungguh-sungguh termasuk orang-orang yang membenarkan (hari berbangkit)? Apakah bila        kita telah mati dan kita telah menjadi tanah dan tulang belulang, apakah sesungguhnya kita benar-benar (akan dibangkitkan) untuk diberi pembalasan?’ Berkata pulalah ia, 'Maukah kamu meninjau (temanku itu)?’ Maka ia meninjaunya, lalu ia melihat temannya itu di tengah-tengah neraka menyala-nyala. Ia berkata (pula), 'Demi Allah, sesungguhnya kamu benar-benar hampir mencelakakanku. Jikalau tidaklah karena nikmat Tuhanku, pastilah aku termasuk orang-orang yang diseret (ke neraka).
2.      Metode kisah Qur’ani dan Nabawi
Dalam pendidikan islam, kisah mempunyai fungsi edukatif yang tidak dapat diganti dengan bentuk penyampaian lain dari bahasa. Hal ini disebabkan kisah Qur’ani dan Nabawi memiliki beberapa keistimewaan yang membuatnya mempunyai efek psikologis dan edukatif yang sempurna, rapi, dan jauh jangkauannya seiring dengan perkembangan zaman. Metode ini sangat penting dikarenakan alasan sebagai berikut: 
a.       Kisah selalu memikat karena menggundang pembaca atau pendengar untuk mengikuti peristiwanya, merenungkan maknanya. Selanjutnya makna-makna itu akan menimbulkan kesan dalam hati pembaca atau pendengar tersebut.
b.      Kisan Qur’ani dan Nabawi dapat menyentuh hati manusia karena kisah itu menampilkan tokoh dalam konteksnya yang menyeluruh. Karena tokoh cerita disampaikan dalam konteks yang menyeluruh, pembaca atau pendengar dapat ikut menghayati atau merasakan kisah itu, seolah-olah ia sendiri yang menjadi tokohnya.
c.       Kisah Qur’ani mendidik perasaan keimanan dengan cara:
-Membangkitkan berbagai perasaan seperti khauf, ridha, dan cintta
- Mengarahkan seluruh perasaan sehingga tertumpuk pada suatu puncak, yaitu kesimpulan kisah.
- Melibatkan pembaca atau pendengar kedalam kisah itu sehingga ia terlibat secara emosional.
            Kisah Qur’ani bukan hanya kisah semata berupa karya seni yang indah, ia juga suatu cara Tuhan mendidik umat agar beriman kepada-Nya. Berikut beberapa tujuan kisah qur’ani yaitu;
a.       Mengungkapkan kemantapan wahyu dan risalah, mewujudkan rasa mantap dalam menerima qur’an dan keutusan rasul-Nya.Kisah-kisah ini menjadi bukti kebenaran Al-Qur’an dan Rasul saw.
b.      Menjelaskan bahwa secara keseluruhan, bahwa agama (Din) itu datangnya dari Allah swt.
c.       Kisah-kisah itu bertujuan menguatkan keimanan kaum muslimin, menghibur mereka dari kesedihan yang menimpa.
d.      Menjelaskan bahwa Allah menolong dan mencintai Rasul-Nya, menjelaskan bahwa kaum muslimin adalah umat yang satu dan Allah adalah Rabb yang satu.
e.       Mengingatkan bahwa musuh orang mukmin adalah setan, menunjukkan permusuhan abadi itu lewat kisah akan tampak lebih hidup dan jelas.
Ditinjau dari dampak padaegogis, kisah nabawi tidak berbeda dari kisah Qur’ani, akan tetapi bila ditinjau secara mendalam ternyata kisah nabawi berisi rincian yang lebih khusus seperti menjelaskan pentingnya keikhlasan dalam beramal, mengganjurkan bersedekah dan mensyukuri nikmat Allah.

3.      Metode perumpamaan (Amtsal)
Pendidikan dengan perumpamaan dilakukan dengan menyamakan sesuatu dengan sesuatu yang lain yang kebaikan dan keburukannya telah diketahui secara umum, seperti menyerupakan orang-orang musyrik yang menjadikan pelindung selian Allah dengan laba-laba yang membuat rumahnya. seperti dalam Q.S. Al-ankabut ayat 41

مَثَلُ الَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِ اللَّهِ أَوْلِيَاءَ كَمَثَلِ الْعَنْكَبُوتِ اتَّخَذَتْ بَيْتًا وَإِنَّ أَوْهَنَ الْبُيُوتِ لَبَيْتُ الْعَنْكَبُوتِ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ

”Ini merupakan perumpamaan yang dibuat oleh Allah untuk menggambarkan perihal kaum musyrik karena mereka mengambil tuhan-tuhan selain Allah yang mereka harapkan pertolongan dan rezekinya serta mereka pegang di saat mereka tertimpa kesengsaraan”
Tujuan padaegogis yang paling penting yang dapat ditarik dari perumpamaan adalah :
a.       Mendekatkan makna kepada kepahaman
b.      dalam perumpamaan tersebut
c.       Mendidik akal supaya berfikir benar dan menggunakan kias (sillogisme)yang logis dan sehat
d.      menggerakkan perasaan yang menggugah kehendak dan mendorongnya untuk melakukan amal yang baik dan menjauhi kemungkaran.
4.      Metode Keteladan
Pendidikan dengan teladan dapat dilakukan oleh pendidik dengan menampilkan perilaku yang baik  (akhlaq al-karimah) dapat dilakukan dengan sengaja maupun dnegna tidak sengaja. Keteladanan yang disengaja adalah keteladanan yang sengaja disengaja diadakan oleh pendidik agar diikuti atau ditiru oleh peserta didik, seperti memberikan contohmembaca yang baik dan mengerjakan sholat dengan benar. Keteladanan ini didisertai penjelasan atau perintah yang akan diikuti. keteladanan yang tidak disengaja ialah keteladanan dalam keilmuan, kepemimpinan, sifat keikhlasan, dan sebagainya. dalam pendidikan islam kedua macam keteladanan sama pentingnya. [11]
Banyak contoh yang diberikan oleh Nabi bahwa orang (terutama guru) jangan hanya berbicara, tetapi juga harus memberikan contoh secara langsung. Dalam peperangan nabi tidak hanya memberikan komando, tetapi Nabi juga ikut berperang, menggali parit perlindungan. Dia juga menjahit sepatunya dan juga pergi kepasar dan lain-lain. Ada beberapa konsep yang dapat dipetik dari uraian diatas ialah:
a.       Metode pendidikan Islam berpusat pada keteladanan, yang memeberikan teladan itu adalah guru, kepala sekolah dan semua aparat sekolah. Dalam pendidikan masyarakat yang menjadi teladan adalah pemimpin masyarakat, konsep ini jelas diajarkan oleh rasulullah Saw.
b.      Teladan untuk guru-guru dan lain-lain adalah rasulullah Saw. Sebab rasul itu iaalah teladan yang terbaik, rasul meneladankan bagaimana kehidupan yang dikhendaki Tuhan karena rasul itu ialah penafssir ajaran Tuhan.
Secara Psikologis ternyata manusia memang memerlukan tokoh teladan dalam hidupnya, ini adalah sifat pembawaan. Taqlid meniru adalah salah satu sifat pembawaan manusia. Sehungga manusia samgat memerlukan panutan yang harus diteladani dalam kehidupannya.
5.      Metode dan Pengamalan (Pembiasaan)
Salah satu metode yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dalam mendidik para sahabatnya adalah dengan latihan, yaitu memberikan kesempatan kepada para sahabat untuk mempraktikkan cara-cara melakukan ibadah secara berulang kali. Metode seperti ini diperlukan oleh pendidik untuk memberikan pemahaman dan menbentuk keterampiilan peserta didik.
Pembiasaan sebenarnya berintikan pengalaman, apa yang dibiasakan adalah suatu yang diamalkan. Oleh karena itu uraian tentang perlunya pembiasaan selalu menjadi satu dengan uraian tentang perlunya mengamalkan kebaikan yang pernah diketahui. Inti pembiasaan adalah pengulangan atau latihan, jika guru setiapmasuk ke dalam kelas mengucapkan salam, itu telah dapat diartikan sebagai usaha membiasakan. Bila murid masuk kelas tidak mengucapkan salam, maka guru mengingatkan agar bila masuk ruangan hendaklah mengucapkan salam, ini juga suatu cara membiasakan.
Dalam pembinaan sikap, metode pembiasaan sebenarnya cukup efektif, lihatlah pembiasaan yang dilakukan oleh rasulullah, perhatikan orang tua kita yang mendidik anaknya. Anak-anak yang dibiasakan bangun pagi, akan bangun pagi sebagai suatu kebiasaan. Dalam mengerjakan pekerjaan lain pula ia cenderung pagi-pagi bahkan sepagi mungkin. Karena melihat inilah ahli-ahli pendidikan semuanya sepakat untuk membenarkan pembiasaan sebagai salah satu upaya pendidikan yang baik dalam pembentukan manusia dewasa.
6.      Metode Ibrah dan Mau’izah
Pendidikan dengan Ibrah dilakukan oleh pendidik dengan mengajak peserta didik mengetahui inti dari suatu perkara yang disaksikan, diperhatikan, diinduksi, ditimbang-timbang, diukur, dan diputuskan oleh anusia secara nalar, sehingga kesimpulannya dapat mempengaruhi hati. Misalnya peserta didik diajak untuk merenungkan kisah nabi Yusuf yang dianiyaya oleh saudara-saudaranya dan mengambil pelajaran dari kisah tersebut.
Pendidikan dengan mau’izah adalah pemberian nasihat dan peringatan akan kebaikan dan kebenaran dengan cara menyentuh Qolbu dan menggugah untuk mengamalkannya. Mau’izah dapat berbentuk nasihat dan tazkir (peringatan). Pendidikan Islam memberikan perhatian khusus kepada metode ibrah agar pelajar dapat mengambilnya dari kisah-kisah dalam Al-Qur’an, sebab kisah-kisah itu bukan hanya skedar sejarah melainkan sengaja diceritakan Tuhan karena ada pelajaran (ibrah) yang penting didalamnya. Pendidik dalam pendidikan islam harus memanfaatkan metode ini. Sedangkan kata mau’izah daaapt berarti macam-macam yaitu :
a.       Mau’izah berati nasihat, yaitu sajian bahasa tentang kebenaran dengan maksud mengajak orang dinasehati untuk mengamalkannya. Nasihat yang baik itu harus bersumber pada yang Maha baik, yaitu Allah. Yang menasehati harus lepas dari kepentingan-kepentingan dirinya secara bendawi dan duniawi .Ia harus ikhlas karena smata menjalankan perintah Allah SWT.
b.      Mau’izah berarti tadzkir (peringatan), yang memberi nasihat hendaklah berulang kali mengingatkan agar nasihat itu meninggalkan kesan, sehingga orang yang dinasehati teegerak hatinya untuk mengikuti nasehat tersebut.
Nasihat (Mau’izah) hendaklah disampaikan dengan cara menyentuh qolbu, dan itu tidak mudah. Akan tetapi dengan keikhlasan dan berulang-ulang akhirnya nasihat itu akan dirasakan menyentuh qolbu pendengarnya. Nasihat yang menyentuh qolbu hanya mungkin bila :
-          Yang memberi nasihat merasa terlibat dalam isi nasihat itu, jadi ia serius dalam memberi nasihat
-          yang menasehati harus merasa prihatin terhadap nasib orang yang dinasehati
-          yang menasehati harus ikhlas, artinya lepas dari kepentingan pribadi secara duniawi
-          Yang memberi nasehat harus berulang-ulang melakukannya.
7.      Metode Targhib dan Tarhib
Targhib adalah janji yang disertai dengan bujukan dan membuat senang terhadap suatu maslahat, kenikamatan atau kesenangan akhirat yang pasti dan baik serta bersih dari segala kotoran. Sedangkan Tarhib adalah ancaman dengan siksaan sebagai akibat melakukan dosa atau kesalahan yang dilarang oleh Allah atau karena lengah dari menjalankan kewajiban yang diperintahkan Allah. Mendidik dengan targhib adalah menyampaikan hal-hal yang menyenangkan kepada peserta didik agar ia mau melakukan sesuatu yang baik. Mendidik dengan tarhib adalah menyampaikan sesuatu yang tidak menyenangkan agar peserta didik menyampaikan sesuatu agar tidak melakukannya.
Metode ini didasarkan atas fitrah (sifat kejiwaan) manusia, yaitu sifat keinginan terhadap kesenangan, keselamatan, dan tidak menginginkan kepedihan dan kesengsaraan. Targhib dan tarhib dalam pendidikan islam berbeda dari metode pengajaran dan hukuman dalam pendidikan barat. Perbedaan utamanya ialah targhib dan tarhib berdasarkan ajaran Allah swt. sedangkan ganjaran dan hukuman berdasarkan hukuman dan ganjaran duniawi. Perbedaan itu memiliki implikasi yang penting diantaranya:
a.       Targhib dan Tarhib lebih teguh karena akarnya berada dilangit (Transeden), sedangkan teori hukuman dan ganjaran hanya bersandarkan sesuatu yang duniawi. Targhib dan tarhib itu mengandung aspek iman, sedangkan metode hukuman dan ganjaran tidak mengandung aspek iman. Oleh karena itu, targhib dan tarhib lebih kuat pengaruhnya.
b.      Secara operasional targhib dan tarhib lebih mudah dilaksanakan dari pada metode hukuman dan ganjaran karena materi targhib dan tarhib sudah ada dalam al-Qur’an dan hadis Nabi, sedangkan hukuman dan ganjaran dalam metode barat harus ditemukan sendiri oleh guru.
c.       Di pihak lain, targhib dan tarhib lebih lemah dari pada hukuman dan ganjaran lebih nyata dan berlangsung waktu itu juga, sedangkan pembuktian targhib dan tarhib kebangakan gaib dan diterima nanti di akhirat.[12]
Karena pengajaran adalah bagian dari pendidikan islam, maka metode mengajar itu termasuk metode pendidikan yang kita kenal dalam dunia pendidikan pada umumnya. Seperti metode ceramah, metode diskusi, metode eksperimen, metode demonstrasi, metode pemberian tugas, metode sosiodrama, metode kerja kelompok, dan lain sebagainya. Metode-metode tersebut dapat digunakan dalam pendidikan Islam selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran islam.
Dalam refrensi lain juga dijelaskan tentang metode-metode pendidikan islam yang terkenal diterapkan oleh para da’i yang terdiri atas tiga metode yaitu:
1.      Metode Al-Hikmah
Metode Al- Hikmah yaitu metode pendidikan islam dengan pemberian pemahaman ajaran Islam secara filosofis yang berdasarkan pada nilai-nilai cinta dan kebijaksanaan. Metode al-hikmah dikatagorikan sebagai metode pendidikan islam yang bersifat persuasif dan menekankan pendekatan kasih sayang kepada semua anak didik.

2.      Metode Al-Mau’idah
Metode Al-mau’idan ialah metode pendidikan islam yang menerapkan nasihat-nasihat secara lisan maupun tulisan, melalaui berbagai perumpamaan, cerita dan sindiran.
3.      Metode Mujadalah (Debat)
Metode Mujadalah (Debat) ialah metode pendidikan islam yang mengunakan pendekatan baik debat langsung atau polemik.[13]



KESIMPULAN

·        metode pendidikan Islam ialah jalan atau cara yang dapat ditempuh untuk menyampaikan bahan atau materi pendidikan Islam kepada anak didik agar terwujud kepribadian Muslim.
·         Dasar metode pendidikan Islam ialah dasar Agama, dasar Biologis, Psikologis dan dasar sosiologis.
·         Tujuan diadakannya metode adalah menjadikan proses dan hasil belajar mengajar ajaran islam lebih berdaya guna dan berhasil guna dan menimbulkan kesadaran peserta didik untuk mengamalkan ketentuan ajaran Islam melalui tekhnik motivasi yang menimbulkan gairah belajar peserta didik secara mantap. Tugas utama metode pendidikan Islam adalah mengadakan aplikasi prinsip-prinsip psikologis dan padaegosis sebagai kegiatan antarhubungan pendidikan yang etrealisasi melalui penyampain keterangan dan pengetahuan agar siswa mengetahui, memahami, menghayati dan meyakini materi yang diberikan, serta meningkatkan keterampilan olah pikir.
·         Proses pembuatan metode Pendidikan Islam harus memperhatikan faktor-faktor yaitu Tujuan Pendidikan Islam, Peserta didik, Situasi, Fasilitas dan lingkungan.
·         Abdurrahman An-nahlawi, mengemukakan bahwa ada beberapa metode yang dipergunakan dalam pendidikan islam, yaitu metode Hiwar Qur’ani dan Hiwar Nabawi, metode kisah qur’ani dan nabawi, metode perumpamaan, metode taladan, metode latihan dan pengalaman, metode ibrah dan mau’izah dan metode targhib dan tarhib.
          


[1]Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: AMZAH, 2011) h. 180-181
[2] Abuddin Nata, Perspektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran, (Jakarta: KENCANA, 2014) h. 176
[3] Ahmad Tafsir, Metodoliogi pengajaran Agama Islam (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2007) h. 9-10
[4]Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:Kalam Mulia, 2008) h. 184-185
[5] Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam (IPI), (Bandung : CV Pustaka Setia, 1998) h. 123
[6] Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2010)  h. 6
[7] Abdul Mujib, Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana, 2014) h. 167-168
[8]Ibid., 168-169
[9]Bukhari Umar, op. cit. h. 189-192
[10] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011) h. 137
[11] bukhori Umar, op. cit. h. 191
[12] Ahmad Tafsir, op. cit.h. 144-147
[13] Beni Ahmad Saebani, Hendra Akhdhiyat, Ilmu Pendidikan Islam, (bandung: Cv Pustaka Setia, 2009) h. 261

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KONSEP MANUSIA DALAM HUMANISME DAN AL-QUR’AN

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang. Membicarakan tentang manusia adalah tentang diri kita sendiri, suatu pembicaraan yang tidak pernah kering dan berakhir. Manusia telah mampu memahami dirinya sendiri selama beribu-ribu tahun. Tetapi gambaran yang pasti dan meyakinkan tidak mampu mereka peroleh hanya dengan mengandalkan daya nalarnya yang subjektif. Oleh karena itu mereka memerlukan pengetahuan dari pihak lain yang dapat memandang dirinya secaraa utuh. Allah sang pencipta telah menurunkan Kitab suci Al-Qur’an di antara ayat-ayatnya adalah gambaran-gambaran konkrit manusia dengan keabsolutannya . Sedangkan psikologi humanisme dengan hasil pemikiran manusia belaka berusaha juga memberikan pandangan tentang manusiadengan berkaca pada psikologi humanisme tentunya bersifat relatif. Dengan kerakteristik yang berbeda baik dari kajian bentuk tubuh hingga kajian yang sangat mendalam tentang primordialnya dengan tuhan saat di alam rahim. Oleh karena itulah makalah ini akan memb

Pengertian Pendidik

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Di dalam mempelajari   keguruan maka kita tidak akan terlepas dari pendidik dan tenaga kependidikan. Pendidik dan tenaga kependidikan merupakan komponen yang saling membutuhkan satu dengan yang lainnya terutama pendidik sangat mempunyai peran penting di dalamnya. D engan pendidik tersebut , dunia kependidikan dapat menciptakan generasi-generasi yang intelektual. Ketika kita berbicara tentang pendidik, maka kita tidak akan terlepas dengan kompetensi dan kualifikasi yang harus ada dalam pendidik tersebut. Dengan adanya kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang pendidik, maka secara tidak langsung seorang pendidik dituntut untuk memiliki kualifikasi ilmu yang sesuai dengan keahliannya. Sehingga dalam makalah ini kami akan memaparkan materi tentang pendidik, apa saja kempetensi-kompetensi dan kualifikasinya. B.      Rumusan Masalah 1.       Apakah pengertian pendidik ? 2.       Apa saja kompetensi-kompetensi yang di miliki oleh pen