Langsung ke konten utama

Sejarah Awal Pendidikan Islam di Indonesia

Pendidikan Islam Di Indonesia

 

INTRODUCTION

Indonesia adalah Negara demokrasi yang mayoritas penduduknya memeluk agama Islam. Menurut Snouck Hourgronje, Islam masuk ke Indonesia pada pertengahan antara abad ke-13 M yang dibawa oleh para pedagang dari Gujarat India. Penyebaran Islam di Indonesia dilakukan melalui jalur perdangan, pendidikan, dakwah, pernikahan, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, perkembangan pendidikan Islam dimulai sejak awal masuknya Islam di tanah Nusantara.

Perkembangan Islam di Indonesia dirasa sangat pesat dengan ajarannya yang kompleks serta cara penyebarannya yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat pada saat itu, yaitu berdagang, karena tidak mungkin pedangang-pedagang Arab amupun India tersebut berdagang tidak dengan kaidah-kaidah ke Islaman. Oleh karena itu pendidikan Islam berkembang sesuai dengan perkembangan Islam itu sendiri. Mereka menjadikan surau, masjid, maupun langgar sebagai tempat belajar. Metode mengajarnyapun menngunakan metode yang sederhana, seperti metode ceramah dan halaqah. Lembaga pendidikannya pun berkembang seiring berkembangnya ajaran Islam di tanah Nusantara, sehingga ada pesantren, madrasah, dan perguruan-perguruan tinggi Islam.

Meskipun memiliki perkembangan pesat, pendidikan Islam di Indonesia pun juga memiliki tantangna tersendiri daalm perkembangannya. Dari awal masuknya, perkembangan serta eksistensinya dalam bidang ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, dalam makalah ini, kami sebagai penyusun makalah akan  menyajikan hal-hal yang berkaitan dengan aspek-aspek yang telah tersebut di atas. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui sejarah awal perkembangan pendidikan Islam di Indonesia, untuk memahami perkembangan pendidikan Islam di Indonesia serta untuk mengetahui problematika pendidikan Islam di Indonesia.

        

PEMBAHASAN

 A.    SEJARAH AWAL PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA

Tidak mengherankakn jika pendidikan Islam di Nusantara dirasa cukup pesat, karena pada dasarnya pendidikan Islam itu berkembang seiring dengan masuk dan berkembangnya ajaran Islam di Indonesia. Menurut Prof. Dr. Musyarifah Sunanto yang dikutip dalam bukunya yang berjudul Sejarah Peradaban Islam, dia menulis ada tiga pendapat kedatangan Islam di Indonesia, diantanya:

1.         Pendapat pertama dipelopori oleh sarjana-sarjana orientalis Belanda, diantaranya Snouck Hurgronje yang berpendapat bahwa Islam dating ke Indonesia pada abad ke-13 M dari Gujarat (bukan dari Arab langsung) dengan bukti ditemukannya makam sultan yang beragama Islam pertama Malik as-Sholeh, raja pertama kerajaan Samudra Pasai yang dikatakan berasal dari Gujarat.

2.         Pendapat kedua dikemukakan oleh sarjana-sarjana muslim, diantaranya Prof. Hamka, yang mengadakan “Seminar Sejarah Maasuknya Islam ke Indonesia” di Medan tahun 1963. Hamka dna teman-temannya berpendapat bahwa islam sudah datang ke Indonesia pada abad pertama Hijriyah (+_ abad ke-7 samapi 8 M) langsung dari Arab dengan bukti jalur pelayaran yang ramai dan bersifat Internasional sudah dimluai jauh sebe;um abad ke-13 melalui selat Malaka yang menghubungkan Dinasti Tang di Cina (Asia Timur), Sriwijaya di Asia Tenggara dan Bani Umayyah di Asia Barat.

3.         Sarjana Muslim kontemporer seperti Taufik Abdullah mengompromikan kedua pendapat tersebut. Menurutnya, memang benar Islam sudah dating ke Indonesia sejak abad ke-7 atau 8 M, tetapi baru dianut oleh para pedagang Timur di pelabuhan-pelabuhan. Barulah Islam masuk[1] secar besar-besaran dan mempunyai kekuatan politik pada abad ke-13 dengan berdirinya kerajaan Samudra Pasai. Hal ini terjadi akibat arus balik kehancuran Baghdad ibukota Abbasiyah oleh Hulagu. Kehancuran Baghdad menyebabkan pedagang muslim mengalihkan aktivitas perdaganagn kea rah Asia Selatan, Asia Timur, dan Asia Tenggara.[2]

Adapun perkembangan selanjutnya, Islam berkembang secara lebih besar pada abad ke-12 M yang dibawa oleh para muballigh Islam, yang disamping[3] menyebarkan Islam, mereka juga sebagai saudagar. Adapun pada periode ini, Islam dikembangkan oleh saudagar dari Gujarat serta penduduk pribumi sendiri.

Dari beberapa pendapat di atas lahirlah yang namanya jalur penyebaran Islam di Indonesia. Menurut Uka Tjandrasamita, jalur-jalur yang digunakan untuk peyebaran agama Islam di Indonesia antara lain :

1.      Jalur Perdagangan

Dari kutipan Tome Pires tentang masuknya Islam melalui jalur perdangan, Uka Tjandrasasmita menyebutkan bahwa para pedangan muslim banyak yang bermukim dipesisir pulau Jawa yang dimana pada saat itu masih banyak penduduknya yang kafir. Mereka berhasil mendirikan masjid-masjid. Dibeberapa tempat, penguasa-penguasa Jawa, yang menjabat sebagai bupati-bupati Majapahit banyak yang masuk Islam, bukan karena pengaruh politik melainkan karena pengaruh hubungan dagang dengan pedangan-pedagang Muslim. Maka, dalam tahap perkembangan selanjutnya, mereka kemudian mengambil alih perdagangan dan kekuasaan di tempat-tempat tinggalnya.

2.      Jalur Perkawinan

Dari sudut ekonomi, para pedangan muslim memiliki status sosial yang lebih baik daripada kebanyakan pribumi, sehingga penduduk pribumi, terutama puteri-puteri bangsawan atau raja tertarik untuk menjadi istri saudagar-saudagar itu. Sebelum dikawinkan, mereka diislamkan terlebih dahulu. Maka dari keturunan merekalah Islam berkembang.

3.      Jalur Tasawuf

Jalur tasawuf juga berperan penting dalam penyebaran Islam, karena keadaan masyarakat saat itu masih kental dengan agama nenek moyang (animisme-dinamisme) karena para sufi juuga ahli dalam hal-hal magis yang seperti ajaran nenek moyang mereka pada saat itu. Selain memeiliki kekuatan magis, para sufi juga ahli dalam hal pengobatan. Salah satu sufi yang terkenal pada masa itu adalah Hamzah Fanzuri di Aceh, oleh sebab itu Islam mudah diterima dikalangann masyarakat Insonesia karena ajarannya tidak terlalu jauh menyimpang dari ajaran nenek moyang mereka pada saat itu.[4]

4.       Jalur Pendidikan

Jalur penyebaran islam melalui pendidikan juga dilakukan, biak pesantren maupun pondok yang diselenggarakan oleh guru-guru agama, kiai-kiai dan ulama-alama. Misalnya, pesantren yang didirikan oleh Raden Rahmat di Ampel Denta Surabaya dan Sunan Giri di Giri. Keluaran pesantren Giri ini banyak diundang ke Maluku untuk mengajarkan agama Islam.

5.      Jalur Kesenian

Jalur kesian yang paling terkenal adalah wayang. Dikatakan Sunan Kalijaga adalah tokoh yang apling mahir dalam mementaskan wayang. Beliau tidak pernah meminta upah ketika pertunjukan, tetapi beliau meminta para penonton untuk mengucapkan dua kalimat syahadat. Kesennian-kesenian lain yang menjadi alat Islamisasi adalah sastra (hikayat, badad, dan sebagainya), seni bangunan, dan seni ukir.

6.      Jalur Politik

Di Maluku dan Sulawesi Selatan, kebanyakan rakyat  masuk Islam setelah rajanya memeluk Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya Islam di daerah ini. Disamping itu, demi kepentingan politik, kerajaan Islam memerangi kerajaan-kerajaan non-Islam. Kemenangan islam secara politis banyak menarik penduduk kerajaan bukan Islam itu masuk Islam.[5]

Jika kita membahas tentang sejarah awal perkembangan pendidikan Islam di Indonesia tidak akan terlepas pula dari pembahasan tentang lembaga pendidikan yang ada pada saat awal datangnya Islam di Indonesia yang diiringi dengan berkembangnya lembaga-lembaga pendidikan Islam itu sendiri. Adapun lembaga-lembaga pendidikan Islam pada awal masuknya Islam di Indonesia diantaranya adalah sebagai berikut:

1.      Masjid dan Langgar

Selain dari mesjid ada juga tempat ibadah yang disebut dengan langgar bentuknya lebih kecil dari mesjid dan hanya di gunakan untuk shalatlimawaktu, bukan untuk shalat jum’at. Selain dari fungsi utama mesjid dan langgar di fungsikan juga untuk tempat pendidikan di tempat ini dilakukan pendidikan untuk  orang dewasa maupun anak-anak. Pendidikan untuk orang dewasa adalah penyajian ajaran-ajaran islam oleh para mubaligh seperti aqidah, ibadah, dan akhlak. Sedangkan untuk anak-anak difokuskan pada pembelajaran Al-Quran,  selain dari itu anak-anak juga diberikan pendidikan keimanan, ibadah dan akhlak. Metode mengajarnya pun masih menggunakan metode tradisional seperti metode halaqah, bandongn[6] atau sorogan[7]

2.      Pesantren

Pesantren sudah ada sejak abad ke-16 M, ketika pusat-pusat pengajaran yang dikenal sebagai  tempat pengajaran bagi mereka yang beriman dalam islam (santri). Ada yang berpendapat bahwa tumbuhnya pesantren sejak awal masuknya Islam ke Indonesia, tetapi pendapat lain lagi mengatakan bahwa pesantren baru muncul pada masa Walisongo dan Maulana Malik Ibrahim yang dipandang sebagai orang pertama yang menditikan pesantren tersebut. Inti dari pesantren adalah pendidikann ilmu agama dan sikap beragama. Sistem pendidikan pesantren masih sama seperti sistem pendidikan di surau atau langgar masjid, hanya saja lebih intensif dan dalam waktu yang lebih lama. Adapun metode yang digunakan hanya menggunakann dua metode, yaitu metode wetonan[8] dan metode sorongan[9].[10]

3.      Surau

Menurut pengertian asalnya, istilah surau adalah bangunan kecil yang dibangun untuk penyembahan nenek moyang. Surau bagi masyarakat Minangkabau tidak hanya mempunyai fungsi pendidikan dan ibadah tetapi juga memiliki fungsi budaya. Surau diperkirakan telah ada di Sumatera Barat sebelum datangnya Islam, hanya saja fungsinya hanya sebatas pengaplikasian dari sebuah budaya. Dan ketiika Islam datang, maka surau pun selain berfngsi sebagai sebuah hasil budaya, juga mempunyai fungsi pendidikan dan agama seperti pembelajaran Al-Quran sesusai kaidah-kaidahnya, serta tempat pembelajaran sufi dan tarekat.

4.      Meunasah, dan Rangkang

Meunasah merupakan kata yang serumpun dengan madrasah yang dianut oleh masyarakat Aceh. Di dalam kehidupan masyarakat Aceh, meunasah tidak hanya digunakan sebagai tempat belajar semata, akan tetapi memiliki multifungsi seperti tempat ibadah, tempat pertemuan, musyawarah, tempat informasi, tempat tidur, dan tempat menginap bagi musafir. Ditinjau dari segi pendidikan, meunasah adalah lembaga pendidikan awal bagi anak-anak yang dapat disamakan dengan tingkat sekolah dasar. Di meunasah para murid belajar menulis huruf Arab, ilmu agama dalam bahasa Jawi (Melayu), dan akhlak (Hasjmy, 1983:192). Selanjutnya adalah rangkang. Rangkang merupakan tempat tinggal murid yang dibangunn di sekitar masjid. Pendidikan di rangkang ini terpusat pada pendidikan agama, seperti belajar membaca kitab yang berbahasa Arab. Jika dilihat dari tingkatan sekolah saat ini, maka rangkang setara dengan sekolah lanjutan pertama. Sistem pendidikannya sama sepeerti sistem pendidikan yang ada di pesantren.

5.      Zawiyah

Zawiyah adalah institusi pendidikan dikawasan Timur Tengah yang mengajarkan kearifan spiritual Islam. Zawiyah didirikan untuk menampung orang-orang yang ingin mempelajari pendidikan spiritual[11]. Di Indonesia, zawiyah menjadi lemabaga pendidikan yang termasuk popular di negeri Aceh yang dikenal dengan sebutan dayah. Zawiyah dikaitkan dengan tarekat-tarekat sufi, di mana seorang syekh atau mursyid melakukan kegiatan kaum sufi. Hasjmy menjelaskan bahwa  zawiyah (dayah) merupakan sebuah lembaga pendidikan yang mengajarkan mata pelajaran agama yang bersumber dari bahasa Arab, misalnya fiqih, bahasa Arab, tauhid, tasawuf, dan lain-lain. Jika dilihat pada zaman saat ini, zawiyah setingkat dengan Sekolah Menengah Atas (SMA).[12]

 

B.     PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA

1.      Masa Kolonial Belanda

Pendidikan Islam pada masa pemerintahan colonial Belanda dikenal dengan pendidikan Bumiputera, karena yang memasuki pendidikan Islam pada waktu itu adalah orang-orang pribumi Indonesia. Sistem pendidikanya pun masih menggabungkan anatara sistem pendidikan Hindu dengan Islam. Pada garis besarnya pendidikan dilaksanakan dengan menggunakan dua sistem, yakni : (1) sistem keraton; (2) sistem pertapa.

Sistem pendidikan keraton ini dilaksankan dengna cara, guru mendatangi murid-muridnya. Yang menjadi murid-muridnya adalah anak-anak para bangsawan dan kalangan keraton. Sebaliknya, sistem pertapa, para murid mendatangi guru ke tempat pertapaannya. Adapun murid-muridnya tidak lagi terbatas pada golongon bangsawan dan kalangan keraton, tetapi juga termasuk rakat jelata.[13]

Kondisi pendidikan Islam di Indonesia mengalami banyak kendala sehingga mengalami kemunduran yang luar biasa. Sejak zaman VOC, kedatangan Belanada ke Indonesia sudah bermotif Ekonomi, Politik, dan Agama. Pondok Pesantren, Masjid, Mushalla dianggap tidak membantu Belanda. Pesantren dianggap tidak berguna dan rendah sehingga disebut sekolah desa. Pada tahun 1882 M, Pemerintah Belanda membentuk satu badan khusus yang di beri nama Priesterraden. Badan ini bertugas mengawasi kehidupan beragama dan pendidikan Islam pribumi. Atas nasehat badan inilah maka pada tahaun 1905 pemerintah belanada mengeluarkan peraturan yang isinya orang yang memberikan pengajian harus mintak izin lebih dahulu. Pada tahun 1925, belanda mengeluarka peraturan yang lebih keta lagi bahwa tidak semua orang (kyai) boleh memberikan pelajaran mengaji. Pada tahun 1932 muncul lagi peraturan yang akan memberantas dan menutup madrasah atau sekolah yang tidak punya izin atau memeberikan pelajaran yang tidak disukai oleh pemerintah.

2.      Masa Pemerintahan Jepang

Jepang tidak begitu menghiaraukan kepentingan agama, yang peneting bagi mereka adalah demi keperluan memenangkan perang, dan kalau perlu para pemuka ulama lebih diberikan keluasan dalam mengembangkan pendidikannya. Jepang juga menampakan diri seolah-seolah membela kepentingan islam. Dalam rangka mencari simpati dan dukungan rakyat Indonsia, khususnya umat Islam, Jepang memberi beberapa kebaikan terhadap pendidikan Islam, antara lain sebagai berikut:

1)          Kantor urusan agama, yang ada pada zaman Belanda disebut Kantor Voor Islamistische Zaken yang dipimpn oleh orang-orang orientalis Belanda, idubah oleh Jepang menjadi kantor Sumubi yang dipimpin oleh orang Islam sendiri yaitu K.H. Hasyim Asy’ari dari Jombang, dan di daerah-daerah juga dibentuk Sumka.

2)          Para ulama Islam bekerjasama dengan pemimpin-pemimpin nasionalis diizinkan membentuk barisan pembela Pembela Tanah Air (PETA).

3)          Umat Islam diizinkan meneruskan organisasi persatuan yang disebut Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) yang bersifat kemasyarakatan. 

3.      Masa Setelah Kemerdekaan

Awal fase Indonesia merdeka ditandai dengan Proklamasi pada tanggal 17 Agustsus 1945. Pada awal masa ini kondisi Indonesia masih belum stabil, akan tetapi perhatian pemerintah terhadap pendidikan Islam cukup besar. Pendidikan agama saat itu secara formal institusional dipercayakan kepada Departemen Agama dan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. [14]

Pada fase pembangunan atau zaman Orde Baru, kehidupan sosial, agama, dan politik di Indonsia mengalami kemajuan yang cukup baik. Hal ini terkait dengan kebijakan pemerintah tentang pendidikan Islam yang semakin mantap. Usaha kementerian agama pada masa orde baru untuk meningkatka mutu madrasah tampaknya bergulir terus, di samping adanya usaha untuk menghilangkan dualisme sistem pendidikan menuju mono sistem pendidikan. Usaha tersebut tidak hanya tugas dan wewenang kementerian agama saja tetapi juga tugas pemerintah secara keseluruhan bersama dengan umat islam. Perkembangan masdrasah pada masa orde baru terus berkembang, contohnya yaitu dikeluarkannya Surat Keputusan 3 Menteri yang terdiri dari menteri Agama, menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dan menteri Dalam Negeri mengeluarkan keputusan yang berisi:

a)            Ijazah Madrasah dapat mempunyai nilai yang sama dengan nilai ijazah sekolah umum yang setingkat.

b)            Lulusan madrasah dapat melanjutkan kesekolah umum setingkat lebih atas.

c)            Siswa madrasah dapat berpindah ke sekolah umum yang setingkat.[15]

Selain lembaga madrasah dan pesantren, terdapat lembaga pendidikan tingkat tinggi dalam pendidikan islam di Indonesia. Adapun lembaga pendidikan tingkat tinggi tersbut yaitu:

a)            Pendidikan Tinggi Islam

b)            Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAIN)

c)            Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA)

d)            Institut Agama Islam Negeri (IAIN)

e)            Universitas Islam Negeri (UIN)

f)             Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta (PTAIS)[16]

C.     PROBLEMATIKA PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA

Sebagaimana kita ketahui, bukan hanya di Indonesia saja, bahkan di seluruh dunia, orang selalu tidak puas dengan hasil-hasil yang diperoleh oleh perguruan tinggi. Masyarakat selalu menuntut lebih dari apa yang dihasilkan oleh perguruan tinggi. Hal itu disebabkan perubahan dalam masyarakat dan perguruan tinggi menjadi lebih cepat. Problem-problem pendidikan Islam itu antara lain sebagai berikut.

1)            Penggunaan pemikiran Islam klasik, yaitu pemikiran sebagai produk masyarakat ratusan tahun yang lalu, yang jauh berbeda dari status sosial di mana pendidikan Islam harus berperan di dalamnya. Akibatnya, setiap materi keislaman ditempatkan dalam susunan kurikulum yang kurang memberi peluang pengembangan daya kritis dan kreatif dengan metode yang relevan dan banyak dikaji dalam pemikiran modern. Misalnya, rumusan tujuan setiap bidang studi, lebih ditekankan sebagai pendidikan profesi daripada pengembangan ilmu dalam repetisi formulasi “mengetahui, menghafal, dan mengamalkan” di semua fakultas dan jurusan di lingkungan IAIN.

2)            Sistematika jurusan di berbagai fakultas di IAIN dan Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) lain, misalnya juga kurang memiliki dasar teoriterial dan relevansi dengan dunia objektif umat.

3)            Permasalahan yang berkaitan dengan situasi objektif pendidikan Islam, yaitu adanya krisis konseptual. Krisis konseptual tentang definisi atau pembatasan ilmu-ilmu di dalam sistem pendidikan Islam itu sendiri, atau dalam konteks Indonesia adalah sistem pendidikan nasional. Krisis konseptual yang dimaksud adalah pembagian ilmu-ilmu di dalam Islam, yaitu pemisahan ilmu-ilmu profane (ilmu-ilmu keduniaan) dengan ilmu-ilmu sakral (ilmu-ilmu agama). Di dalam sejarah yang terkenal dengan historical accident (kecelakaan sejarah). Ketika itu, ilmu pengetahuan yang dikembangkan oleh ahli ra’yu (rasional) ditentang oleh fuqaha. Ahli ra’yu yang dipelopori oleh tokoh-tokoh mu’tazilah mengalami kekalahan kemudian tersingkir. 

4)            Krisis kelembagaan disebabkan karena adanya dikotomi antara lembaga-lembaga pendidikan yang menekankan pada salah satu aspek dari ilmu-ilmu yang ada, apakah ilmu-ilmu agama ataukah ilmu-ilmu umum. Misalnya dengan adanya dualisme sistem[17] pendidikan, pendidikan agama yang diwakili oleh madrasah dan[18] pesantren dengan pendidikan umum, di tingkat perguruan tinggi terdapat IAIN dengan perguruan tinggi umum.

5)            Pendidikan Islam krisis metodologi dan krisis paedagogik. A. Mukti Ali pada awal menjabat sebagai Menteri Agama RI menyadari betapa lemahnya metodologi yang dimiliki Islam pada umumnya dan IAIN pada khususnya. Sekarang ini makin banyak kecenderungan di kalangan lembaga-lembaga Islam bahwa yang terjadi adalah lembaga merupakan process teaching proses pengajaran daripada procces learning, proses pendidikan. Proses pengajaran hanya mengisi aspek kognitif/intelektual, tapi tidak mengisi aspek pembentukan pribadi/watak sehingga pendidikan tidak lagi dipahami sebagai proses long life education. Isu seperti ini menjadi sangat relevan dengan zaman sekarang, yang disebut sebagai jaman pascamodernisme (posmodernisme); suatu masa di mana globalisasi mengakibatkan semakin dislokasi kekacauan sosial atau juga displacement, banyak orang yang tersingkir dan teralienasi, dan lain sebagainya. Orang-orang yang berkepribadian kuat dan berkarakter akan lebih tangguh menghadapi globalisasi ataupun dampak-dampak negatifnya.

6)            Krisis Orientasi. Lembaga-lembaga pendidikan Islam atau sistem pendidikan Islam pada umumnya lebih berorientasi ke masa silam daripada masa depan. Oleh karenanya anak didik tidak dibayangkan tantangan-tantangan masa depan.

7)            Masih terlalu tergantung pada pola pendidikan yang digariskan pemerintah, yakni pendidikan untuk menopang program pembangunan.

8)            Kekurangan dana sehingga pendidikan Islam diorientasikan kepada seluruh konsumen pendidikan Islam juga didikte oleh lembaga penentu lapangan kerja.

9)            Masih labilnya sistem pendidikan nasional.

10)        Perkembangan kebudayaan dan perubahan masyarakat yang cepat sehingga dunia pendidikan semakin tidak berdaya berkompetensi dengan laju perubahan masyarakat dan perkembangan kebudayaan.

11)        Apresiasi masyarakat terhadap lembaga pendidikan Islam yang belum cukup menggembirakan dan hambatan psikologis yang bermula dari ketidakberdayaan pendidikan Islam dalam memenuhi logika persaingan.

12)        Adanya pelapisan sosial yang didasarkan pada ukuran serba materialistik dan menyebabkan masyarakat berlomba menyerbu sekolah atau lembaga pendidikan favorit, dengan tidak mengindahkan lagi aspek ideologis yang tersembunyi di baliknya.

13)        Adanya kecenderungan mismanagement, misalnya persaingan yang tidak sehat antarpimpinan dan kepemimpinan yang tertutup.[19]

 

KESIMPULAN

Dari uraian di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa perkembangan pendidikan islam di Indonesia sudah berkembang seiring dengan datang dan berkembangnya agama Islam itu sendiri. Lembaga-lembaganya pun berkembang saat itu juga, tetapi metode dan model pengajarannya masih tergolong tradisional dan belum ada pengakuan secara khusus dari pemerintah. Hingga pada masa pemerintahan Jepang, maka di sanalah kemudian pendidikan Islam mendapat perhatian khusus dari pemerintah Jepang demi kebutuhan mereka sendiri.

Setelah masa Orde Baru berlaku, maka di sanalah kemudian keluar SKB 3 Menteri yang kemudian mengeluarkan kebiijakan bahwa madrasah setingkat dengan sekolah umum, dan dari sanalah kemudian berkembang lembaga-lembaga pendidikan islam lanjutannya, meskipun terdapat beberapa kendala.


[1] Musyrifah Sunanto. (Sejarah Peraban Islam Indonesia. Cet. Ke-4. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2012). h., 8-9

[2] Ibid.

[3] Samsul Munir Amin. (Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah. 2009). h., 305

[4] Badri Yatim. (Sejarah Peradaban Islam. Cet. Ke-2. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2014).  h., 201-202

[5] Ibid. h., 203-204

[6] bandongan adalah metode dimana seorang guru membacakan dan menjelaskan isi sebuah kitab, dikerumuni oleh sejumlah murid yang masing-masing memegang kitab yang serupa, mendengarkan dan mencatat keterangan yang diberikan gurunya berkenaan dengan bahasan yang ada dalam kitab tersebut pada lembaran kitab atau pada kertas catatan yang lain

[7] sorogan merupakan metode dimana santri menyodorkan sebuah kitab dihadapan gurunya, kemudian guru memberikan tuntunan bagaimana cara membacanya, menghafalkannya, dan pada jenjang berikutnya bagaimana menterjemahkan serta menafsirkannya

[8]  metode dimana Kiai membaca suatu kitab dalam waktu tertentu, dan santri dengan membawa kitab yang sama mendengarkan dan menyimak bacaan kiai tersebut

[9]  metode dimana santri (biasanya yang pandai) menyedorkan sebuah kitab kepada kiai untuk dibaca di hadapan kiai itu, dan kalau ada kesalahan langsung dibetulkan oleh kiai itu

[10] http://irpan1990.wordpress.com/2011/07/01/lembaga-lembaga-pendidikan-islam. Diakses hari Rabu pada tanggal 21 Maret 2018 pukul 23:06 WITA

[11] Mahmud. (Sosiologi Pendidikan. Bandung: CV Pustaka Setia. 2012). h., 188-262

[12] Haidar Putra Daulay. (Sejarah Pertumbuhan dan  Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia. Cet, ke-2. Jakarta:Kencana. 2009). h., 21-17

[13] Ramayulis. (Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta:Radar Jaya. 2012). h., 254

[14] http://makalahpendidikanislamlengkap.blogspot.co.id/2016/09/pendidikan-islam-di-indonesia_4.html. diakses pada hari Rabu, tanggal 21 Maret pukul 09:35 WITA

 

[15] Ramayulis. (Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta:Radar Jaya. 2012). h., 354-355

[16] Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Hidayakarya, 1979), hlm. 121-125

[17] Ibid.

[18] Siswadi. (Jurnal Pemikiran Alternatif Pendidikan; Reformasi Sistem Pendidikan Islam di Indonesia. P3M STAIN Purwokerto:Insania. 2007). h., 3-5

[19] Ibid.

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengertian Metode Pendidikan, Dasar, Tujuan, Tugas dan Fungsi

PENDAHULUAN Dalam pendidikan Islam, metode mempunyai kedudukan yang sangatpenting dalam upaya mencapai tujuan, karena ia menjadi sarana yangmembermaknakan materi pelajaran yang tersusun dalam kurikulum pendidikan,sehingga dapat dipahami atau diserap oleh peserta didik menjadi pengertianpengertianyang fungsional terhadap tingkah lakunya. Dalam pendidikan Islam, metode yang tepat guna bila ia mengandung nilai-nilai intrinsik dan ekstrinsik sejalan dengan materi pelajaran dan secara fungsional dapat dipakai untuk merealisasikan nilai-nilai ideal yang terkandung dalam tujuan pendidikan Islam. Antara metode, kurikulum (materi) dan tujuan pendidikan Islam mengandung relevansi ideal dan oprasional dalam proses kependidikan. Oleh karena itu proses kependidikan Islam mengandung makna nternalisasi dan transformasi nilai-nilai Islam ke dalam pribadi peserta didik dalam upaya membentuk pribadi muslim yang beriman bertakwa dan berilmu pengetahuan yang amaliah mengacu kepada tuntunan agama dan tu...

ISMAIL RAJI AL FARUQI

  ISMAIL RAJI AL-FARUQI Ismail Raji al-Faruqi dilahirkan pada tanggal 01 Januari 1921 M di Jaffa yang terletak di negara Palestina, dan ia meninggal pada tanggal 24 Mei 1986 M.' Ayahnya bernama Abdul Huda Al-Faruqi yakni gadi (hakim) yang terpandang di negara Palestina, seseorang yang juga terpandang sebagai sosok yang taat kepada agama; dan dari ayahnya inilah, ditambahj juga dari pendidikan di masjid setempat, Faruqi menerima pembelajaran agama dengan baik, pendidikan  memang wajar bagi anak-anak Palestina pada umumunya . Waktu itu, Palestina masih tentram dan damai dalam naungan kekuasaan pemerintah Arab di Damaskus, meskipun juga sedang berada di bawah kekuasaan kolonial Inggris. Sampai akhirnya orang-orang bangsa Yahudi berdatangan, mendirikan pemukiman sendiri, dan perlahan mulai menggrogoti dan mulai menguasai. Palestinapun mulai bergejolak . Ismail Raji Al-Faruqi merupakan sosok yang begitu mengagumi tanah airnya sendiri, Palestina, sebelum daerah tersebut dikuasai...

KONSEP MANUSIA DALAM HUMANISME DAN AL-QUR’AN

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang. Membicarakan tentang manusia adalah tentang diri kita sendiri, suatu pembicaraan yang tidak pernah kering dan berakhir. Manusia telah mampu memahami dirinya sendiri selama beribu-ribu tahun. Tetapi gambaran yang pasti dan meyakinkan tidak mampu mereka peroleh hanya dengan mengandalkan daya nalarnya yang subjektif. Oleh karena itu mereka memerlukan pengetahuan dari pihak lain yang dapat memandang dirinya secaraa utuh. Allah sang pencipta telah menurunkan Kitab suci Al-Qur’an di antara ayat-ayatnya adalah gambaran-gambaran konkrit manusia dengan keabsolutannya . Sedangkan psikologi humanisme dengan hasil pemikiran manusia belaka berusaha juga memberikan pandangan tentang manusiadengan berkaca pada psikologi humanisme tentunya bersifat relatif. Dengan kerakteristik yang berbeda baik dari kajian bentuk tubuh hingga kajian yang sangat mendalam tentang primordialnya dengan tuhan saat di alam rahim. Oleh karena itulah makalah...