Langsung ke konten utama

Pengertian Pendidik


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Di dalam mempelajari  keguruan maka kita tidak akan terlepas dari pendidik dan tenaga kependidikan. Pendidik dan tenaga kependidikan merupakan komponen yang saling membutuhkan satu dengan yang lainnya terutama pendidik sangat mempunyai peran penting di dalamnya. Dengan pendidik tersebut, dunia kependidikan dapat menciptakan generasi-generasi yang intelektual. Ketika kita berbicara tentang pendidik, maka kita tidak akan terlepas dengan kompetensi dan kualifikasi yang harus ada dalam pendidik tersebut. Dengan adanya kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang pendidik, maka secara tidak langsung seorang pendidik dituntut untuk memiliki kualifikasi ilmu yang sesuai dengan keahliannya. Sehingga dalam makalah ini kami akan memaparkan materi tentang pendidik, apa saja kempetensi-kompetensi dan kualifikasinya.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah pengertian pendidik ?
2.      Apa saja kompetensi-kompetensi yang di miliki oleh pendidik ?
3.      Bagaimana kualifikasi yang di miliki oleh pendidik ?
C.     Tujuan
1.      Untuk mengetahui apa itu pengertian pendidik.
2.      Untuk mengetahui Apa saja kompetensi-kompetensi yang di miliki oleh pendidik.
3.      Untuk mengetahui Bagaimana kualifikasi yang di miliki oleh pendidik.





BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Pendidik
Kata pendidik berasal dari kata didik yang artinya orang yang mendidik. Kedudukan pendidik dalam pendidikan adalah merupsksn salah satu dari tiang utama untuk bisa terlaksananya pendidikan. sehingga, kita tidak bisa dipungkiri lagi  bahwa sebuah proses pendidikan tidak akan bisa berjalan tanpa ada yang mendidik atau tanpa seorang pendidik.[1]
Dalam agama Islam,  pendidik adalah orang-orang yang mempunyai tanggung jawab dalam perkembangan peserta didikdengan upaya mengembangkan seluruh kompetensi yang dimiliki oleh peserta didiknya, seperti potensi afektif, kognitif, dan psikomotorik. [2]Dalam KamusBesar Bahasa Indonesia, pendidik adalah orang yang mendidik. Sedangkan secara umum pendidik adalah seseorang yang bertanggung jawab dalam memberikan pertolongan kepada peserta didiknya untuk hal perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai tingkat kedewasaan dan mampu untuk mandiri dalam memenuhi tugasnya sebagai hamba dan khalifah Allah SWT dan tugasnya sebagai makhluk sosial maupun mahkluk individu.[3]
Sedangkan, dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 pada Pasal 39 Ayat 2 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), pendidik tenaga professional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, melakukan  pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan mengabdi kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.[4]Perlu kita ketahui bahwa antara pendidik dan guru sebenarnya dua hal yang mempunyai makna berbeda, karena kata pendidik itu mempunyai makna arti yang lebih luas sedangkan guru mempunyai makna atau arti yang lebih sempit lagi. Seperti, kata pendidik itu bisa diartikan sebagai orang yang ahli dalam pendidikan seperti guru, dosen, dan guru besar atau konselor. Sedangkan kata guru memiliki makna sebagai seseorang yang mengajar, khususnya disekolah. Sebagaimana yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar. Membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.[5]
Pendidik yang pertama dan utama adalah orangtua kita sendiri, dimana mereka bertanggung jawab terkait kemajuan dan perkembangan anak-anaknya karena kesuksesan anak sangat tergantung dengan bagaimana cara pengasuhan , perhatian, dan pendidikan yang diberikan oleh orangtuannya. Di dalam Al-Qur’an surah At-Tahrim ayat 6 menjelaskan tentang kesuksesan anak merupakan cerminan dengan kesuksesan orangtuannya juga: artinya “peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”
Jadi dapat kita simpulkan bahwa pendidik adalah tenaga profesional yang mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk menumbuhkan, membina, mengembangkan bakat, minat, kecerdasan, akhlak, moral, pengalaman, wawasan, dan keterampilan peserta didik dan seorang pendidik adalah orang yang mempunyai ilmu pengetahuan dan mempunyai wawasan yang luas, memiliki keterampilan, pengalaman, kepribadian mulia, memahami yang tersurat dan tersirat, dan menjadi contoh atau model bagi peserta didiknya, dan tentunya seorang pendidik juga senantiasa untuk membaca dan meneliti, memiliki keahlian yang dapat diandalkan dan seorang pendidik bisa menjadi penasehat.
B.     Kompetensi- Kompetensi  Pendidik
Kompetensi didefinisikan dengan berbagai cara, namun kompetensi pada dasarnya merupakan kebulatan penguasaan kerja, yang diharapkan bisa dicapai seseorang setelah menyelesaikan suatu program pendidikan. sedangkan, menurut Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 045/U/2002, Kompetensi diartikan sebagai seperangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan pekerjaan tertentu. Dengan definisi tersebut, maka kita dapat mengambil pengertian bahwa kompetensi guru dapat diartikan sebagai kebulatan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diwujudkan dalam bentuk perangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang guru untuk memangku jabatan guru sebagai profesi.[6]
Kompetensi dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Dijelaskan bahwa kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasi oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.[7]
Perlu kita ketahui bahwa untuk menjadi seorang pendidik yang profesional tidaklah mudah, karena seorang pendidik dituntut untuk memiliki berbagai macam kompetensi-kompetensi keguruan. Diantara kompetensi- kompetensi yang harus dimiliki oleh pendidik yaitu sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, kompetensi guru sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.[8] Diantara kompetensi-kompetensi tersebut, yaitu:
1.      Kompetensi pedagogik
Secara etimologi, Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik atau kompetensi pedagogik adalah kemampuan yang ada pada seseorang untuk mendidik, terutama bagi pendidik harus  memiliki kemampun untun mendidik peserta didiknya. Sedangkan secara terminology, kompetensi pedagogik adalah kompetensi yang memiliki keterkaitan dengan sifat mengenai kesungguhan pendidik dalam mempersiapkan, mengatur, menertibkan pembelajaran dan pendidik juga harus bisa mengelola kelas, mempunyai kedisiplinan dan kepatuhan dengan aturan akademik, dan mempunyai kemampuan dalam hal penguasaan media, teknologi pembelajaran, kemampuan dalam melaksanakan penilaian peserta didiknya dan pendidik juga harus bisa menumbuhkan persepsi yang positif terhadap kemampuan peserta didiknya.[9]
Secara terperinci, dari masing-masing elemen kompetensi pedagogik tersebut dapat dijabarkan menjadi subkompetensi dan indicator esensial,sebagai berikut:
a.       Memahami peserta didik. Memahami peserta didik ini bisa dilakukan dengan memamfaatkan prinsip-prinsip perkembangan kognitif, memahami peserta didik dengan memamfaatkan prinsip-prinsmip kepribadian dan mengidentifikasi bekal ajar peserta didik.
b.      Merancang pembelajaran, termasuk untuk memhami landasan pendidikan untuk kepentingan pembelajaran. Yang dimana, dalam hal ini menerapkan teori belajar dan pembelajaran, menentukan strategi pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang ingin dicapai, dan materi ajar, serta menyusun rancangan pembelajaran berdasarkan strategi yang dipilih.
c.       Melaksanakan pembelajaran, seperti menata latar pembelajaran dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif.
d.      Merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran, seperti melaksanakan evaluasi proses dan hasil belajar secara berkesinambungan dengan berbagai metode, menganalisis hasil penilaian proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan belajar, dan memamfaatkan hasil penilaian pembelajaran untuk perbaikan kualitas program pembelajaran secara umum.
e.       Mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Hal ini dapat dilihat dari indikatornya yaitu memfasilitasi peserta didik untuk pengembangan berbagai potensi akademik, dan memfasilitasi peserta didik untuk mengambangkan berbagai potensi non akademik.[10]
2.      Kompetensi kepribadian
Kompetensi kepribadian, dalam arti sempitnya yaitu sebuah kemampuan diri atau pribadi yang berakhlak mulia, arif,  dan berwibawa serta bisa menjadi tauladan bagi peserta didiknya.  Sedangkan dalam arti yang lebih luas, kompetensi kepribadian meliputi kewibawaan sebagai pribadi pendidik, kearifan dalam mengambil keputusan, menjadi contoh dalam bersikap atau berperilaku, kemampuan dalam mengendalikan diri dari berbagai situasi dan kondisi dan bersikap adil dalam memperlakukan teman sebayanya.[11] Kemudian, secara rinci setiap elemen kepribadian tersebut dapat dijabarkan menjadi subkompetensi dan indicator esensial sebagai berikut:
a.       Memiliki kepribadian yang mantap dan stabil, seperti bertindak sesuai dengan norma hukum, bertindak sesuai dengan norma sosial, bangga sebagai pendidik, dan memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai dengan norma.
b.      Memiliki kepribdiadian yang dewasa, seperti menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos kerja sebagai pendidik.
c.       Memiliki kepribadian yang arif, seperti menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemamfaatan peserta didik, sekolah, masyarakat dan menunjukkan sikap keterbukaan dalam berpikir dan bertindak.
d.      Memiliki kepribadian yang berwibawa, seperti memiliki perilaku yang berpengaruh positif terhadap peserta didik dan memiliki perilaku yang disenggani.
e.       Memiliki akhlak mulai dan menjadi tauladan, seperti bertindak sesuai dengan noram religious dan memiliki perilaku yang diteladani peserta didik.[12]
3.      Kompetensi profesional
Kompetensi profesional dalam arti sempit yaitu suau kemampuan yang harus dimiliki oleh pendidik terkait dengan kemampuan dalam penguasaan materi pelajaran secara luas ataupun sempit. Sedangkan dalam artian yang luas, kompetensi profesional ini dapat diartikan sebagai suatu kompetensi atau kemampuan yang meliputi seorang pendidik harus  menguasai bidang keahlian yang menjadi tugas pokok dalam profesinya, mempunyai wawasan ilmu yang luas, kemampuan dalam menunjukkan keterkaitan antra bidang keahlian yang diajarkan dan konteks kehidupan, penguasaan terhadap isu-isu yang mutakhir dalam bidang yang diajarkan, bersedia melakukan refleksi dan diskusi terkait permasalahan pembelajaran, mempunyai kemampuan untuk mengikuti perkembangan  ilmu pengetahuan dan teknologi untuk pemutakhiran pembelajaran dan pendidik ikut terlibatdalam kegiatan ilmiah organisasi profesi.[13]Kemudian, secara rinci masing-masing elemen kompetensi pendidik tersebut memiliki subkompetensi dan indicator esensial, sebagai berikut:
a.       Menguasai subtansi keilmuan yang berkaitan dengan bidang studi, seperti memahami matyeri ajar yang terdapat dalam kurikulum sekolah, memahami struktur, konsep, dan metode keilmuan yang menaungi atau yang sepadan dengan materi ajar, memahami hubungan konsep antar mata pelajaran terkait, dan dapat menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari.
b.      Menguasai langkah-langkah penelitian dan kajian kritis untuk menambah wawasan dan memperdalam pengetahuan dan materi bidang studi.[14]
4.      Kompetensi sosial
Kompetensi sosial, secara ringkas dapat diartikan sebagai sebuah kemampuan untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efesien dengan peserta didik, sesame pendidik, orangtua peserta didik, dan masyarakat sekitarnya. Sedangkan kompetensi sosial dalam arti yang lebih luas, yaitu sebuah kemampuan dalam menyampaikan pendapat, kemampuan menerima kritik, saran, dan pendapat orang lain, mudah bergaul dengan teman sebaya, karyawan, peserta didik serta mempunyai rasa toleransi dalam keragaman (pluralisme) di masyarakat.[15] kemudian, kompetensi ini memiliki suibkompetensi dengan indicator esensial, yaitu sebagai berikut:
a.       Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, seperti berkomunikasi secara efektif dengan peserta didik.
b.      Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan sesama pendidik dan tenaga kependidikan.
c.       Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan orangtua peserta didik dan masyarakat sekitar.[16]
                  Dalam buku Ilmu Pendidikan Islam karangan Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, dijelaskan bahwa pendidik akan berhasil menjalankan tugasnya apabila mempunyai kompetensi personal-religius, sosial-religius dan profesional-religius. Kata religious selalu dikaitkan dengan setiap kompetensi yang ada, karena hal ini menunjukkan adanya komitmen pendidik dengan ajaran Islam sebagai kriteria utama, sehingga masalah pendidikan dapat dihadapi, dipertimbangkan, dipecahkan dan dapat ditempatkan dalam perspektif Islam. Diantara kompetensi-kompetensi yang dimaksudkan, yaitu:
1.      Kompetensi Personal-Religius
Kompetensi pertama bagi pendidik adalah kompetensi atau kemampuan yang menyangkut kepribadian agamis, yang artinya dalam diri seorang pendidik ada nilai-nilai yang melekat dalam dirinya, nantian kemudian akan di terapkan kepada peserta didiknya. Seperti nilai kejujuran, amanah, keadilan, kecerdasan, tanggung jawab, musyawarah, kebersihan, keindahan , kedisiplin, ketertiban dan sebagainya.
2.      Kompetensi Sosial-Religius
Kemampuan pendidik yang kedua ini menyangkut hal-hal yang terkait dengan kepeduliannya terhadap masalah-masalah sosial yang sejalan dengan ajaran Islam. Seperti, sikap gotong royong, tolong menolong, egalitarian (persamaan derajat antara manusia), sikap toleransi dan sebagainya. Hal-hal seperti itu perlu untuk dimiliki oleh pendidik yang muslim dalam rangka transinternalisasi sosial atau transaksi sosial antara pendidik dan peserta didik.
3.      Kompetensi Profesional-Religius
Kompetensi yang ketiga ini juga perlu dimiliki oleh seorang pendidik, karena kompetensi ini menyangkut kemampuan pendidik untuk menjalankan tugas keguruannya secara profesional, dalam arti mampu membuat keputusan keahlian dengan adanya beragam kasus serta mampu mempertanggungkan berdasarkan teori dan wawasan keahliannya dalam perspektif Islam.
Dengan demikian, dapat kita pahami dari penjebaran diatas bahwa kompetensi pendidik yang tidak kalah pentingnnya dengan yang lain adalah dapat memberikan  uswah hasanah dan meningkatkan kualitas dan profesionalitasnya yang mengarah kepada masa depan tanpa melupakan peningkatan kesejahteraan. Seperti, gaji, pangkat, kesehatan, perumahan, sehingga pendidik benar-benar berkemampuan tinggi dalam transfer of heart, transfer of head dan transfer of hand kepada peserta didik dan lingkungan disekitarnya.[17]
C.    Kualifikasi Pendidik
Kualifikasi merupakan hal-hal yang menjadi persyaratkan untuk mengisi jenjang kerja tertentu, sehingga dengan adanya kualifikasi bagi pendidik maka dapat berguna untuk mendorong pendidik memiliki suatu keahlian atau keterampilan dan kecakapan khusus dalam bidang pendidikan. sehingga dapat kita pahami, bahwa kualifikasi adalah keahlian yang harus dipenuhi untuk melakukan dan menduduki jabatan tertentu, seperti dalam dunia pendidikan seorang pendidik harus memiliki keahlian dalam bidang yang akan diajarkan saat melakukan pembelajaran. Sebagaimana yang terdapat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dimana seorang pendidik harus memiliki kualifikasi akademik. Kualifikasi akademik adalah ijazah jenjang pendidik akademik yang harus dimiliki oleh guru atau dosen sesuai dengan jenis, jenjang, dam satuan pendidikan formal di tempat penugasan.[18]
Seorang pendidik harus memiliki kualifikasi akademik sekurang-kurangnya S-1 atau D-IV dan bersertifikasi pendidik. Jika seorang guru telah memiliki keduanya, maka  statusnya akan diakui oleh negara sebagai guru profesional. Pada sisi lain, baik Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen maupun Peraturan Pemerintah Nomor 74 tentang Guru, telah mengamanatkan bahwa ke depan, hanya yang berkualifikasi S-1 dan D-IV bidang kependidikan dan nonkependidikan yang memenuhi syarat sebagai guru. Itu pun jika mereka telah menempuh dan dinyatakan lulus pendidikan profesi. Pada sisi lain, dua produk hukum ini menggariskan bahwa peserta pendidikan profesi ditetapkan oleh menteri yang didasari oleh kuota kebutuhan formasi.
Ada beberapa amanat-amanat penting yang dapat di jelaskan dari dua produk hukum tersebut, yaitu:
1.      Calon peserta pendidikan profesi berkualifikasi  S-1 atau D-IV
2.      Sertifikat pendidik bagi guru diperoleh melalui program pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat, dan ditetapkan oleh pemerintah
3.      Sertifikasi pendidik bagi calon guru harus dilakukan secara objektif, transparan, dan akuntabel
4.      Jumlah peserta didik program pendidikan profesi setiap tahun ditetapkan oleh menteri
5.      Program pendidikan profesi diakhiri dengan uji kompetensi pendidik
6.      Uji kompetensi pendidik dilakukan melalui ujian tertulis dan ujian kinerja sesuai dengan standar kompetensi
7.      Ujian tertulis dilaksanakan secara komprehensif yang  penguasaan, diantaranya:
a.       Wawasan atau landasan kependidikan, pemahaman terhadap peserta didik, pengembangan kurikulum atau silabus, perancangan pembelajaran dan evaluasi hasil belajar
b.      Materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai dengan standar isi mata pelajaran, kelompok mata pelajaran dan program yang diampunya
c.       Konsep-konsep disiplin keilmuan, teknologi atau seni yang secara konseptual menaungi materi pelajaran, kelompok mata pelajaran, dan program yang diampunya
8.      Ujian kinerja dilaksanakan secara holistic dalam bentuk ujian praktik pembelajaran yang mencerminkan penguasaan kompetensi pedagogic, kepribadian, profesional, dan sosial pada satuan pendidikan yang relevan.
Jika religus ini dipatuhi secara taat asas, ada alasan calon guru pada sekolah-sekolah di Indonesia berkualitas dibawah standar. Namun demikian, ternyata setelah mereka direkrut untuk menjadi guru, yang dalam skema kepegawaian negara untuk pertama kali berstatus sebagai calon pegawai negeri sipil (PNS) guru, mereka belum bisa langsung bertugas penuh ketika menginjakkan kaki pertama kali di kampus sekolah. Melainkan, mereka masih harus memasuki fase prakondisi yang di sebut dengan  induksi. Ketrika menjadi program induksi, diidealisasikan guru akan dimimbing dan dipandu oleh mentor terpilih untuk kurun waktu sekitar satu tahun, agar benar-benar siap menjalani tugas-tugas profesional. Ini pun tentu tidak mudah, karena di daerah pinggiran atau pada sekolah-sekolah yang jauh disana, sangat mungkin akan menjadi tidak jelas guru seperti apa yang tersedia dan bersedia menjadi mentor sebagai tandem itu.[19]



BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari berbagai pemaparan yang telah kami tuliskan dalam makalah, maka kami dapat memahami bahwa pendidik itu adalah seseorang yang di tugaskan dan bertanggung jawab untuk menumbuhkan, membina, mengembangkan bakat, minat, kecerdasan, akhlak, moral, pengalaman, wawasan, dan keterampilan peserta didik dan seorang pendidik adalah orang yang mempunyai ilmu pengetahuan dan mempunyai wawasan yang luas, memiliki keterampilan, pengalaman, kepribadian mulia, memahami yang tersurat dan tersirat, dan menjadi contoh atau model bagi peserta didiknya, dan tentunya seorang pendidik juga senantiasa untuk membaca dan meneliti, memiliki keahlian yang dapat diandalkan dan seorang pendidik bisa menjadi penasehat.
Seorang pendidik dituntut untuk mempunyai kompetensi yaitu keahlian atau kemampuan dan kecakapan dalam mengemban tugas dan tanggung jawabnya, diantara kompetensi yang harus dimiliki oleh pendidik adalah kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional dan kompetensi sosial.
Dan seorang pendidik untuk manjadi profesiaonal maka harus mempunyai kualifikasi yang sesuai dengan bidang keahliannya, seperti pendidik harus mempunyai kualifikasi akademik dengan lulusan sekurang-lurangnya S-1 atau D-IV dan pendidik dikatakan profesional dan bisa mengajar atau mendidik jika mereka telah melalui program PLPG (pendidikan dan pelatihan profesi guru) atau PPG (pendidikan profesi guru).








[1] Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam Perspektif Filsafat, (Jakarta: Kencana, 2014), hal. 99
[2]Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Persepektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), hal. 74-75
[3]Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam,(Jakarta :Kencana, 2010), hal 159.
[4] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS Dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang GURU dan DOSEN, hal. 17
[5]Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS Dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang GURU dan DOSEN, hal. 59
[6] Ahmad Susanto, Manajemen Peningkatan Kinerja Guru: Konsep, Strategi dan Implementasi, (Jakarta: Prenada Media Group, 2016), hal. 266
[7]Ibid., hal. 60
[8]Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS Dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang GURU dan DOSEN, hal. 63

[9]Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam,(Jakarta :Kencana, 2010), hal. 167
[10]Ahmad Susanto, Manajemen Peningkatan Kinerja Guru: Konsep, Strategi dan Implementasi, (Jakarta: Prenada Media Group, 2016), hal. 266-267
[11]Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam,(Jakarta :Kencana, 2010), hal. 167
[12]Ahmad Susanto, Manajemen Peningkatan Kinerja Guru: Konsep, Strategi dan Implementasi, (Jakarta: Prenada Media Group, 2016), hal. 267-268
[13]Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam,(Jakarta :Kencana, 2010), hal. 167
[14]Ahmad Susanto, Manajemen Peningkatan Kinerja Guru: Konsep, Strategi dan Implementasi, (Jakarta: Prenada Media Group, 2016), hal. 268

[15]Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam,(Jakarta :Kencana, 2010), hal. 167
[16]Ahmad Susanto, Manajemen Peningkatan Kinerja Guru: Konsep, Strategi dan Implementasi, (Jakarta: Prenada Media Group, 2016), hal. 268-269
[17]Abdul Mujib dan Jusuf Muzakkir, Ilmu Pendiidkan Islam, (Jakarta : Kencana, 2008), hal. 95-97
[18]Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS Dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang GURU dan DOSEN, hal. 60


[19] Sudarwan Danim dan Khairil, Profesi Kependidikan, (Bandung: ALFABETA, 2013), hal. 18-19

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengertian Metode Pendidikan, Dasar, Tujuan, Tugas dan Fungsi

PENDAHULUAN Dalam pendidikan Islam, metode mempunyai kedudukan yang sangatpenting dalam upaya mencapai tujuan, karena ia menjadi sarana yangmembermaknakan materi pelajaran yang tersusun dalam kurikulum pendidikan,sehingga dapat dipahami atau diserap oleh peserta didik menjadi pengertianpengertianyang fungsional terhadap tingkah lakunya. Dalam pendidikan Islam, metode yang tepat guna bila ia mengandung nilai-nilai intrinsik dan ekstrinsik sejalan dengan materi pelajaran dan secara fungsional dapat dipakai untuk merealisasikan nilai-nilai ideal yang terkandung dalam tujuan pendidikan Islam. Antara metode, kurikulum (materi) dan tujuan pendidikan Islam mengandung relevansi ideal dan oprasional dalam proses kependidikan. Oleh karena itu proses kependidikan Islam mengandung makna nternalisasi dan transformasi nilai-nilai Islam ke dalam pribadi peserta didik dalam upaya membentuk pribadi muslim yang beriman bertakwa dan berilmu pengetahuan yang amaliah mengacu kepada tuntunan agama dan tu

KONSEP MANUSIA DALAM HUMANISME DAN AL-QUR’AN

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang. Membicarakan tentang manusia adalah tentang diri kita sendiri, suatu pembicaraan yang tidak pernah kering dan berakhir. Manusia telah mampu memahami dirinya sendiri selama beribu-ribu tahun. Tetapi gambaran yang pasti dan meyakinkan tidak mampu mereka peroleh hanya dengan mengandalkan daya nalarnya yang subjektif. Oleh karena itu mereka memerlukan pengetahuan dari pihak lain yang dapat memandang dirinya secaraa utuh. Allah sang pencipta telah menurunkan Kitab suci Al-Qur’an di antara ayat-ayatnya adalah gambaran-gambaran konkrit manusia dengan keabsolutannya . Sedangkan psikologi humanisme dengan hasil pemikiran manusia belaka berusaha juga memberikan pandangan tentang manusiadengan berkaca pada psikologi humanisme tentunya bersifat relatif. Dengan kerakteristik yang berbeda baik dari kajian bentuk tubuh hingga kajian yang sangat mendalam tentang primordialnya dengan tuhan saat di alam rahim. Oleh karena itulah makalah ini akan memb