PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Di dalam
mempelajari keguruan maka kita tidak
akan terlepas dari pendidik dan tenaga kependidikan. Pendidik dan tenaga
kependidikan merupakan komponen yang saling membutuhkan satu dengan yang
lainnya terutama pendidik sangat mempunyai peran penting di dalamnya. Dengan pendidik tersebut, dunia kependidikan dapat menciptakan generasi-generasi
yang intelektual. Ketika kita berbicara tentang pendidik,
maka kita tidak akan terlepas dengan kompetensi dan kualifikasi yang harus ada
dalam pendidik tersebut. Dengan adanya kompetensi yang harus dimiliki oleh
seorang pendidik, maka secara tidak langsung seorang pendidik dituntut untuk
memiliki kualifikasi ilmu yang sesuai dengan keahliannya. Sehingga dalam makalah ini kami akan memaparkan materi
tentang pendidik, apa saja kempetensi-kompetensi dan kualifikasinya.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah pengertian pendidik ?
2.
Apa saja kompetensi-kompetensi yang di miliki oleh
pendidik ?
3.
Bagaimana kualifikasi yang di miliki oleh pendidik ?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui apa itu pengertian pendidik.
2.
Untuk mengetahui Apa saja kompetensi-kompetensi yang di
miliki oleh pendidik.
3.
Untuk mengetahui Bagaimana kualifikasi yang di miliki
oleh pendidik.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Pendidik
Kata
pendidik berasal dari kata didik yang artinya orang yang mendidik. Kedudukan
pendidik dalam pendidikan adalah merupsksn salah satu dari tiang utama untuk
bisa terlaksananya pendidikan. sehingga, kita tidak bisa dipungkiri lagi bahwa sebuah proses pendidikan tidak akan
bisa berjalan tanpa ada yang mendidik atau tanpa seorang pendidik.[1]
Dalam agama Islam, pendidik adalah
orang-orang yang mempunyai tanggung jawab dalam perkembangan peserta
didikdengan upaya mengembangkan seluruh kompetensi yang dimiliki oleh peserta didiknya, seperti potensi afektif, kognitif, dan
psikomotorik. [2]Dalam
KamusBesar Bahasa Indonesia, pendidik adalah orang yang mendidik. Sedangkan
secara umum pendidik adalah seseorang yang bertanggung jawab dalam memberikan
pertolongan kepada peserta didiknya untuk hal perkembangan jasmani dan rohaninya
agar mencapai tingkat kedewasaan dan mampu untuk mandiri dalam memenuhi
tugasnya sebagai hamba dan khalifah Allah SWT dan tugasnya sebagai makhluk
sosial maupun mahkluk individu.[3]
Sedangkan,
dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 pada Pasal 39 Ayat 2 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Sisdiknas), pendidik tenaga professional yang bertugas
merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan
penelitian dan mengabdi kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada
perguruan tinggi.[4]Perlu
kita ketahui bahwa antara pendidik dan guru sebenarnya dua hal yang mempunyai
makna berbeda, karena kata pendidik itu mempunyai makna arti yang lebih luas
sedangkan guru mempunyai makna atau arti yang lebih sempit lagi. Seperti, kata
pendidik itu bisa diartikan sebagai orang yang ahli dalam pendidikan seperti
guru, dosen, dan guru besar atau konselor. Sedangkan kata guru memiliki makna
sebagai seseorang yang mengajar, khususnya disekolah. Sebagaimana yang terdapat
dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Guru adalah
pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar. Membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan
anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah.[5]
Pendidik yang pertama dan utama adalah orangtua kita
sendiri, dimana mereka bertanggung jawab terkait kemajuan dan perkembangan
anak-anaknya karena kesuksesan anak sangat tergantung dengan bagaimana cara
pengasuhan , perhatian, dan pendidikan yang diberikan oleh orangtuannya. Di
dalam Al-Qur’an surah At-Tahrim ayat 6 menjelaskan tentang kesuksesan anak
merupakan cerminan dengan kesuksesan orangtuannya juga: artinya “peliharalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka”
Jadi dapat kita simpulkan bahwa pendidik adalah tenaga
profesional yang mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk menumbuhkan, membina,
mengembangkan bakat, minat, kecerdasan, akhlak, moral, pengalaman, wawasan, dan
keterampilan peserta didik dan seorang pendidik adalah orang yang mempunyai
ilmu pengetahuan dan mempunyai wawasan yang luas, memiliki keterampilan,
pengalaman, kepribadian mulia, memahami yang tersurat dan tersirat, dan menjadi
contoh atau model bagi peserta didiknya, dan tentunya seorang pendidik juga
senantiasa untuk membaca dan meneliti, memiliki keahlian yang dapat diandalkan
dan seorang pendidik bisa menjadi penasehat.
B. Kompetensi- Kompetensi
Pendidik
Kompetensi didefinisikan dengan berbagai cara, namun
kompetensi pada dasarnya merupakan kebulatan penguasaan kerja, yang diharapkan
bisa dicapai seseorang setelah menyelesaikan suatu program pendidikan.
sedangkan, menurut Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 045/U/2002,
Kompetensi diartikan sebagai seperangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung
jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh
masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan pekerjaan tertentu.
Dengan definisi tersebut, maka kita dapat mengambil pengertian bahwa kompetensi
guru dapat diartikan sebagai kebulatan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang
diwujudkan dalam bentuk perangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab yang
dimiliki seseorang guru untuk memangku jabatan guru sebagai profesi.[6]
Kompetensi
dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen. Dijelaskan bahwa kompetensi adalah seperangkat pengetahuan,
keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasi oleh guru
atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.[7]
Perlu
kita ketahui bahwa untuk menjadi seorang pendidik yang profesional tidaklah
mudah, karena seorang pendidik dituntut untuk memiliki berbagai macam kompetensi-kompetensi keguruan. Diantara kompetensi- kompetensi yang harus dimiliki oleh pendidik
yaitu sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen, kompetensi guru sebagaimana yang dimaksud dalam
pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi
sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.[8]
Diantara kompetensi-kompetensi tersebut, yaitu:
1.
Kompetensi
pedagogik
Secara etimologi, Kompetensi pedagogik adalah kemampuan
mengelola pembelajaran peserta didik atau kompetensi pedagogik adalah kemampuan
yang ada pada seseorang untuk mendidik, terutama bagi pendidik harus memiliki kemampun untun mendidik peserta
didiknya. Sedangkan secara terminology, kompetensi pedagogik adalah kompetensi
yang memiliki keterkaitan dengan sifat mengenai kesungguhan pendidik dalam
mempersiapkan, mengatur, menertibkan pembelajaran dan pendidik juga harus bisa
mengelola kelas, mempunyai kedisiplinan dan kepatuhan dengan aturan akademik,
dan mempunyai kemampuan dalam hal penguasaan media, teknologi pembelajaran,
kemampuan dalam melaksanakan penilaian peserta didiknya dan pendidik juga harus
bisa menumbuhkan persepsi yang positif terhadap kemampuan peserta didiknya.[9]
Secara terperinci, dari masing-masing elemen
kompetensi pedagogik tersebut dapat dijabarkan menjadi subkompetensi dan
indicator esensial,sebagai berikut:
a.
Memahami peserta
didik. Memahami peserta didik ini bisa dilakukan dengan memamfaatkan
prinsip-prinsip perkembangan kognitif, memahami peserta didik dengan
memamfaatkan prinsip-prinsmip kepribadian dan mengidentifikasi bekal ajar
peserta didik.
b.
Merancang
pembelajaran, termasuk untuk memhami landasan pendidikan untuk kepentingan
pembelajaran. Yang dimana, dalam hal ini menerapkan teori belajar dan
pembelajaran, menentukan strategi pembelajaran berdasarkan karakteristik
peserta didik, kompetensi yang ingin dicapai, dan materi ajar, serta menyusun
rancangan pembelajaran berdasarkan strategi yang dipilih.
c.
Melaksanakan
pembelajaran, seperti menata latar pembelajaran dan melaksanakan pembelajaran
yang kondusif.
d.
Merancang dan
melaksanakan evaluasi pembelajaran, seperti melaksanakan evaluasi proses dan
hasil belajar secara berkesinambungan dengan berbagai metode, menganalisis
hasil penilaian proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan
belajar, dan memamfaatkan hasil penilaian pembelajaran untuk perbaikan kualitas
program pembelajaran secara umum.
e.
Mengembangkan
peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Hal
ini dapat dilihat dari indikatornya yaitu memfasilitasi peserta didik untuk
pengembangan berbagai potensi akademik, dan memfasilitasi peserta didik untuk
mengambangkan berbagai potensi non akademik.[10]
2.
Kompetensi
kepribadian
Kompetensi kepribadian, dalam arti sempitnya yaitu
sebuah kemampuan diri atau pribadi yang berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta bisa menjadi tauladan
bagi peserta didiknya. Sedangkan dalam
arti yang lebih luas, kompetensi kepribadian meliputi kewibawaan sebagai
pribadi pendidik, kearifan dalam mengambil keputusan, menjadi contoh dalam
bersikap atau berperilaku, kemampuan dalam mengendalikan diri dari berbagai
situasi dan kondisi dan bersikap adil dalam memperlakukan teman sebayanya.[11]
Kemudian, secara rinci setiap elemen kepribadian tersebut dapat dijabarkan
menjadi subkompetensi dan indicator esensial sebagai berikut:
a.
Memiliki
kepribadian yang mantap dan stabil, seperti bertindak sesuai dengan norma
hukum, bertindak sesuai dengan norma sosial, bangga sebagai pendidik, dan
memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai dengan norma.
b.
Memiliki
kepribdiadian yang dewasa, seperti menampilkan kemandirian dalam bertindak
sebagai pendidik dan memiliki etos kerja sebagai pendidik.
c.
Memiliki
kepribadian yang arif, seperti menampilkan tindakan yang didasarkan pada
kemamfaatan peserta didik, sekolah, masyarakat dan menunjukkan sikap
keterbukaan dalam berpikir dan bertindak.
d.
Memiliki
kepribadian yang berwibawa, seperti memiliki perilaku yang berpengaruh positif
terhadap peserta didik dan memiliki perilaku yang disenggani.
e.
Memiliki akhlak
mulai dan menjadi tauladan, seperti bertindak sesuai dengan noram religious dan
memiliki perilaku yang diteladani peserta didik.[12]
3.
Kompetensi
profesional
Kompetensi profesional dalam arti sempit yaitu suau
kemampuan yang harus dimiliki oleh pendidik terkait dengan kemampuan dalam
penguasaan materi pelajaran secara luas ataupun sempit. Sedangkan dalam artian
yang luas, kompetensi profesional ini dapat diartikan sebagai suatu kompetensi
atau kemampuan yang meliputi seorang pendidik harus menguasai bidang keahlian yang menjadi tugas
pokok dalam profesinya, mempunyai wawasan ilmu yang luas, kemampuan dalam
menunjukkan keterkaitan antra bidang keahlian yang diajarkan dan konteks
kehidupan, penguasaan terhadap isu-isu yang mutakhir dalam bidang yang
diajarkan, bersedia melakukan refleksi dan diskusi terkait permasalahan
pembelajaran, mempunyai kemampuan untuk mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk
pemutakhiran pembelajaran dan pendidik ikut terlibatdalam kegiatan ilmiah
organisasi profesi.[13]Kemudian,
secara rinci masing-masing elemen kompetensi pendidik tersebut memiliki
subkompetensi dan indicator esensial, sebagai berikut:
a.
Menguasai
subtansi keilmuan yang berkaitan dengan bidang studi, seperti memahami matyeri
ajar yang terdapat dalam kurikulum sekolah, memahami struktur, konsep, dan
metode keilmuan yang menaungi atau yang sepadan dengan materi ajar, memahami
hubungan konsep antar mata pelajaran terkait, dan dapat menerapkan
konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari.
b.
Menguasai
langkah-langkah penelitian dan kajian kritis untuk menambah wawasan dan
memperdalam pengetahuan dan materi bidang studi.[14]
4.
Kompetensi
sosial
Kompetensi
sosial, secara ringkas dapat diartikan sebagai sebuah kemampuan untuk
berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efesien dengan peserta didik,
sesame pendidik, orangtua peserta didik, dan masyarakat sekitarnya. Sedangkan
kompetensi sosial dalam arti yang lebih luas, yaitu sebuah kemampuan dalam
menyampaikan pendapat, kemampuan menerima kritik, saran, dan pendapat orang
lain, mudah bergaul dengan teman sebaya, karyawan, peserta didik serta
mempunyai rasa toleransi dalam keragaman (pluralisme) di masyarakat.[15]
kemudian, kompetensi ini memiliki suibkompetensi dengan indicator esensial,
yaitu sebagai berikut:
a.
Mampu
berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, seperti
berkomunikasi secara efektif dengan peserta didik.
b.
Mampu
berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan sesama pendidik dan tenaga
kependidikan.
c.
Mampu
berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan orangtua peserta didik dan
masyarakat sekitar.[16]
Dalam buku Ilmu Pendidikan
Islam karangan Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, dijelaskan bahwa pendidik akan
berhasil menjalankan tugasnya apabila mempunyai kompetensi personal-religius,
sosial-religius dan profesional-religius. Kata religious selalu dikaitkan
dengan setiap kompetensi yang ada, karena hal ini menunjukkan adanya komitmen
pendidik dengan ajaran Islam sebagai kriteria utama, sehingga masalah
pendidikan dapat dihadapi, dipertimbangkan, dipecahkan dan dapat ditempatkan
dalam perspektif Islam. Diantara kompetensi-kompetensi yang dimaksudkan, yaitu:
1. Kompetensi
Personal-Religius
Kompetensi
pertama bagi pendidik adalah kompetensi atau kemampuan yang menyangkut
kepribadian agamis, yang artinya dalam diri seorang pendidik ada nilai-nilai
yang melekat dalam dirinya, nantian kemudian akan di terapkan kepada peserta
didiknya. Seperti nilai kejujuran, amanah, keadilan, kecerdasan, tanggung
jawab, musyawarah, kebersihan, keindahan , kedisiplin, ketertiban dan
sebagainya.
2.
Kompetensi
Sosial-Religius
Kemampuan pendidik yang kedua ini menyangkut hal-hal
yang terkait dengan kepeduliannya terhadap masalah-masalah sosial yang sejalan
dengan ajaran Islam. Seperti, sikap gotong royong, tolong menolong, egalitarian
(persamaan derajat antara manusia), sikap toleransi dan sebagainya. Hal-hal
seperti itu perlu untuk dimiliki oleh pendidik yang muslim dalam rangka
transinternalisasi sosial atau transaksi sosial antara pendidik dan peserta
didik.
3.
Kompetensi
Profesional-Religius
Kompetensi yang ketiga ini juga perlu dimiliki oleh
seorang pendidik, karena kompetensi ini menyangkut kemampuan pendidik untuk menjalankan
tugas keguruannya secara profesional, dalam arti mampu membuat keputusan
keahlian dengan adanya beragam kasus serta mampu mempertanggungkan berdasarkan
teori dan wawasan keahliannya dalam perspektif Islam.
Dengan demikian, dapat kita pahami dari penjebaran
diatas bahwa kompetensi pendidik yang tidak kalah pentingnnya dengan yang lain
adalah dapat memberikan uswah hasanah
dan meningkatkan kualitas dan profesionalitasnya yang mengarah kepada masa
depan tanpa melupakan peningkatan kesejahteraan. Seperti, gaji, pangkat,
kesehatan, perumahan, sehingga pendidik benar-benar berkemampuan tinggi dalam
transfer of heart, transfer of head dan transfer of hand kepada peserta didik
dan lingkungan disekitarnya.[17]
C.
Kualifikasi
Pendidik
Kualifikasi
merupakan hal-hal yang menjadi persyaratkan untuk mengisi jenjang kerja
tertentu, sehingga dengan adanya kualifikasi bagi pendidik maka dapat berguna
untuk mendorong pendidik memiliki suatu keahlian atau keterampilan dan
kecakapan khusus dalam bidang pendidikan. sehingga dapat kita pahami, bahwa
kualifikasi adalah keahlian yang harus dipenuhi untuk melakukan dan menduduki
jabatan tertentu, seperti dalam dunia pendidikan seorang pendidik harus
memiliki keahlian dalam bidang yang akan diajarkan saat melakukan pembelajaran.
Sebagaimana yang terdapat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen, dimana seorang pendidik harus memiliki kualifikasi
akademik. Kualifikasi akademik adalah ijazah jenjang pendidik akademik yang
harus dimiliki oleh guru atau dosen sesuai dengan jenis, jenjang, dam satuan
pendidikan formal di tempat penugasan.[18]
Seorang
pendidik harus memiliki kualifikasi akademik sekurang-kurangnya S-1 atau D-IV
dan bersertifikasi pendidik. Jika seorang guru telah memiliki keduanya, maka statusnya akan diakui oleh negara sebagai
guru profesional. Pada sisi lain, baik Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen maupun Peraturan Pemerintah Nomor 74 tentang Guru, telah
mengamanatkan bahwa ke depan, hanya yang berkualifikasi S-1 dan D-IV bidang
kependidikan dan nonkependidikan yang memenuhi syarat sebagai guru. Itu pun
jika mereka telah menempuh dan dinyatakan lulus pendidikan profesi. Pada sisi
lain, dua produk hukum ini menggariskan bahwa peserta pendidikan profesi ditetapkan
oleh menteri yang didasari oleh kuota kebutuhan formasi.
Ada
beberapa amanat-amanat penting yang dapat di jelaskan dari dua produk hukum
tersebut, yaitu:
1.
Calon peserta
pendidikan profesi berkualifikasi S-1
atau D-IV
2.
Sertifikat
pendidik bagi guru diperoleh melalui program pendidikan profesi yang
diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga
kependidikan yang terakreditasi, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah
maupun masyarakat, dan ditetapkan oleh pemerintah
3.
Sertifikasi
pendidik bagi calon guru harus dilakukan secara objektif, transparan, dan
akuntabel
4.
Jumlah peserta
didik program pendidikan profesi setiap tahun ditetapkan oleh menteri
5.
Program
pendidikan profesi diakhiri dengan uji kompetensi pendidik
6.
Uji kompetensi
pendidik dilakukan melalui ujian tertulis dan ujian kinerja sesuai dengan
standar kompetensi
7.
Ujian tertulis
dilaksanakan secara komprehensif yang
penguasaan, diantaranya:
a.
Wawasan atau
landasan kependidikan, pemahaman terhadap peserta didik, pengembangan kurikulum
atau silabus, perancangan pembelajaran dan evaluasi hasil belajar
b.
Materi pelajaran
secara luas dan mendalam sesuai dengan standar isi mata pelajaran, kelompok
mata pelajaran dan program yang diampunya
c.
Konsep-konsep
disiplin keilmuan, teknologi atau seni yang secara konseptual menaungi materi
pelajaran, kelompok mata pelajaran, dan program yang diampunya
8.
Ujian kinerja
dilaksanakan secara holistic dalam bentuk ujian praktik pembelajaran yang
mencerminkan penguasaan kompetensi pedagogic, kepribadian, profesional, dan
sosial pada satuan pendidikan yang relevan.
Jika
religus ini dipatuhi secara taat asas, ada alasan calon guru pada
sekolah-sekolah di Indonesia berkualitas dibawah standar. Namun demikian,
ternyata setelah mereka direkrut untuk menjadi guru, yang dalam skema
kepegawaian negara untuk pertama kali berstatus sebagai calon pegawai negeri
sipil (PNS) guru, mereka belum bisa langsung bertugas penuh ketika menginjakkan
kaki pertama kali di kampus sekolah. Melainkan, mereka masih harus memasuki fase
prakondisi yang di sebut dengan induksi.
Ketrika menjadi program induksi, diidealisasikan guru akan dimimbing dan
dipandu oleh mentor terpilih untuk kurun waktu sekitar satu tahun, agar
benar-benar siap menjalani tugas-tugas profesional. Ini pun tentu tidak mudah,
karena di daerah pinggiran atau pada sekolah-sekolah yang jauh disana, sangat
mungkin akan menjadi tidak jelas guru seperti apa yang tersedia dan bersedia
menjadi mentor sebagai tandem itu.[19]
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari
berbagai pemaparan yang telah kami tuliskan dalam makalah, maka kami dapat
memahami bahwa pendidik itu adalah seseorang yang di tugaskan dan bertanggung
jawab untuk menumbuhkan, membina, mengembangkan bakat, minat, kecerdasan,
akhlak, moral, pengalaman, wawasan, dan keterampilan peserta didik dan seorang
pendidik adalah orang yang mempunyai ilmu pengetahuan dan mempunyai wawasan
yang luas, memiliki keterampilan, pengalaman, kepribadian mulia, memahami yang
tersurat dan tersirat, dan menjadi contoh atau model bagi peserta didiknya, dan
tentunya seorang pendidik juga senantiasa untuk membaca dan meneliti, memiliki
keahlian yang dapat diandalkan dan seorang pendidik bisa menjadi penasehat.
Seorang
pendidik dituntut untuk mempunyai kompetensi yaitu keahlian atau kemampuan dan
kecakapan dalam mengemban tugas dan tanggung jawabnya, diantara kompetensi yang
harus dimiliki oleh pendidik adalah kompetensi pedagogik, kompetensi
kepribadian, kompetensi profesional dan kompetensi sosial.
Dan
seorang pendidik untuk manjadi profesiaonal maka harus mempunyai kualifikasi yang
sesuai dengan bidang keahliannya, seperti pendidik harus mempunyai kualifikasi
akademik dengan lulusan sekurang-lurangnya S-1 atau D-IV dan pendidik dikatakan
profesional dan bisa mengajar atau mendidik jika mereka telah melalui program PLPG
(pendidikan dan pelatihan profesi guru) atau PPG (pendidikan profesi guru).
[1] Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam Perspektif Filsafat, (Jakarta:
Kencana, 2014), hal. 99
[2]Ahmad
Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Persepektif Islam, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2011),
hal. 74-75
[3]Abuddin
Nata, Ilmu Pendidikan Islam,(Jakarta
:Kencana, 2010), hal 159.
[4] Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS Dan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 14 Tahun 2005 tentang GURU dan DOSEN, hal. 17
[5]Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS Dan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 14 Tahun 2005 tentang GURU dan DOSEN, hal. 59
[6] Ahmad Susanto, Manajemen Peningkatan Kinerja Guru: Konsep,
Strategi dan Implementasi, (Jakarta: Prenada Media Group, 2016), hal. 266
[8]Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS Dan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 14 Tahun 2005 tentang GURU dan DOSEN, hal. 63
[10]Ahmad Susanto, Manajemen Peningkatan Kinerja Guru: Konsep, Strategi
dan Implementasi, (Jakarta: Prenada Media Group, 2016), hal. 266-267
[12]Ahmad Susanto, Manajemen Peningkatan Kinerja Guru: Konsep,
Strategi dan Implementasi, (Jakarta: Prenada Media Group, 2016), hal.
267-268
[14]Ahmad Susanto, Manajemen Peningkatan Kinerja Guru: Konsep,
Strategi dan Implementasi, (Jakarta: Prenada Media Group, 2016), hal. 268
[16]Ahmad Susanto, Manajemen Peningkatan Kinerja Guru: Konsep,
Strategi dan Implementasi, (Jakarta: Prenada Media Group, 2016), hal.
268-269
[18]Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS Dan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 14 Tahun 2005 tentang GURU dan DOSEN, hal. 60
[19] Sudarwan Danim dan Khairil, Profesi Kependidikan, (Bandung:
ALFABETA, 2013), hal. 18-19
Komentar
Posting Komentar
Silahkan berkomentar dengan baik, bijak dan konstruktif !